Lihat ke Halaman Asli

Rin Muna

Follow ig @rin.muna

Melestarikan Budaya Jawa di Pulau Kalimantan

Diperbarui: 18 September 2018   08:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir tahun 2017, sebuah Paguyuban Seni Kuda Lumping berdiri di Desa Beringin Agung, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Paguyuban Seni ini dipimpin oleh Bapak Praptiyanto, S.Pd. yang mengusung kesenian asal Jawa Tengah yakni Temanggung.
Dalam Paguyuban Kesenian ini, bukan hanya sekedar menampilkan kesenian Tari Kuda asal Temanggung. Namun juga mengkolaborasikan beberapa tari-tarian Tradisional asal Pulau Jawa.

Tari Kuda di perankan oleh anak-anak muda asal Temanggung yang sangat antusias melestarikan kebudayaan daerahnya di Pulau Kalimantan. Memperkenalkan pada masyarakat Kalimantan secara langsung bagaimana pertunjukkan Tari Kuda Lumping Temanggung yang dikolaborasikan dengan beberapa Tarian seperti Tari Merak, Tari Pendet dan Leak Bali.

Masih ada banyak juga tari-tarian lain yang dihadirkan di Paguyuban seni ini. Seperti Tari Warok anak-anak, Tari Warok Remaja, Tari Warok Dewasa, Tari Sintren Wanita, Tari Sintren Laki-laki dan Sendratari Sontoloyo.

Dalam beberapa kali kesempatan, saya sering berkomunikasi dengan anak-anak muda yang sedang berusaha melestarikan kebudayaan Indonesia yang sangat unik dan beragam.

"Saya senang bisa tetap berkesenian dan membawa kesenian Jawa di Pulau Kalimantan," ucap Wienardhy, pemuda asal Temanggung yang menjadi Landang (pemimpin pasukan berkuda yang menjadi simbol Raja Mataram).

Paguyuban Seni Kuda Lumping ini dibangun oleh warga secara gotong-royong. Bahu membahu dalam mencintai dan melestarikan budaya Indonesia. Lebih dari 60 Penari tergabung dalam Paguyuban ini yang merupakan warga Desa Beringin Agung Samboja. Bukti bahwa kearifan lokal di Desa Samboja masih begitu lekat dengan budaya gotong-royong.
Paguyuban Seni Kuda Lumping ini sudah 4 kali melakukan pertunjukkan untuk menghibur warga sejak berdiri pada akhir tahun 2017. Sebuah langkah yang tidak mudah di era millenial ini. Ketika anak-anak remaja lebih banyak yang mencintai budaya luar ketimbang budayanya sendiri.

Semangat anak-anak muda dalam melestarikan budaya ini patut diapresiasi. Memberikan kontribusi nyata dan potensi dalam bidang pariwisata.

Salam Lestari Budaya...!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline