Sejak kemunculan kasus di Gorontalo baru-baru ini, istilah grooming menjadi isu baru yang ramai dibicarakan. Meski grooming bukan kasus baru, namun peristiwa termutakhir seperti mengingatkan kita kembali pada betapa berbahayanya grooming yang bisa mengancam anak-anak kita terutama di lingkungan sekolah kapanpun. Ini menjadi bentuk kewaspadaan kita yang baru.
Bahkan berbagai temuan kasus, juga bisa mengindikasikan adanya puncak gunung es yang tersembunyi. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak juga bisa mengalami pelecehan seksual. Salah satu istilah pelecehan seksual pada anak, yakni child grooming.
Grooming adalah modus pelecehan seksual yang membuat korban akrab dengan pelaku dan berujung korban dieksploitasi atau dimanipulasi.
Jadi, grooming itu adalah manipulasi seksual yang dilakukan oleh orang dewasa pada anak di bawah umur. Modusnya dengan cara mendekati korban, menciptakan rasa nyaman dan percaya terlebih dulu secara bertahap dalam waktu lama. Tindakan ini bisa dilakukan secara online maupun lewat interaksi langsung, sebelum akhirnya sampai pada niat yang sebenarnya.
Jadi yang menjadi sasarannya tak hanya pada anak, pelaku juga bisa menjalin kedekatan pada orangtua atau orang dewasa lain di sekitar korban.
Jadi grooming tidak selalu melibatkan aktivitas seksual atau bahkan diskusi tentang aktivitas seksual. Tapi bisa juga hanya melibatkan membangun hubungan dengan anak, orang tua, atau pengasuh untuk memfasilitasi aktivitas seksual di lain waktu.
Intinya perilaku manipulatif itu menjadi cara mendapatkan akses ke korbannya sampai akhirnya menjalin hubungan asmara. Padahal relasi tersebut hanyalah kedok dari pelecehan dan eksploitasi seksual serta emosional yang ingin dilakukannya.
Dengan bentuk pendekatan yang "halus" tersebut dalam banyak kasus, korbannya tidak menyadari telah menjadi sasaran grooming karena terlajur terpikat atau senang dengan kedekatan tersebut. Dan hukum atas tindakan pelanggaran berlaku untuk tindakan modus child grooming pada anak di bawah 16 tahun, terkadang usia 17 tahun.
Apa yang menjadi daya tariknya karena pelaku "grooming" bisa siapa pun termasuk kerabat karena terlihat bisa dipercaya dan berwibawa. Mereka menyamar ibarat Serigala berbulu domba.
Pelaku bahkan bisa melakukan grooming dalam waktu mulai dari seminggu hingga bertahun-tahun. Mulai dari berpura-pura menjadi orang dekat korban, membelikan banyak hadiah, memberikan perhatian dan pengertian, hingga membawa korban berjalan-jalan.
Antisipasi Grooming di Sekolah
Dalam menghadapi ancaman grooming memang dibutuhkan pencegahan yang kurang lebih seperti upaya kita mengatasi kasus pelecehan seksual yang bisa menimpa siswa.
Butuh pendekatan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di sekolah, mulai dari siswa, guru, staf, hingga orang tua. Ditambah edukasi, kesadaran, serta penguatan kebijakan menjadi kunci penting dalam mengatasi masalah ini.