Lihat ke Halaman Asli

Rini Wulandari

TERVERIFIKASI

belajar, mengajar, menulis

Sensasi Berpuasa dan Berbelanja di Pasar Tertua di Aceh

Diperbarui: 31 Maret 2024   22:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasipasar keberagaman dan etnistionghoa muslim sumber gambar boombastis

Jika dilihat sepintas deretan toko di Peunayong, pasar tertua di Aceh sejak era Sultan Iskandar Muda memang tidak  biasa. Ada ornamen atau arsitektur bangunan yang punya ciri khas sebagai bangunan Pecinan era Kolonial.

Memang sejak lama daerah Peunayong menjadi sentra bisnis di Aceh. Saya pernah menelusuri lorong-lorongnya yang berliku diantara deretan bangunan yang dominan pertokoan. Dan kini sebagian besar dimiliki oleh warga peranakan tersebut.

Namun yang menarik adalah akulturasi budaya antara masyarakat Aceh dan keturunan peranakan itu telah berbaur dengan harmoni yang penuh persahabatan.

Di Peunayong terdapat pasar  yang penjualnya berbaur antara kedua etnis Aceh dan Tionghoa itu, mereka hidup rukun sejak lama. Didalamnya ada Yayasan Hakka Aceh, lembaga sosial Tionghoa di Aceh  yang sejak lama berkiprah untuk masyarakat Tionghoa sendiri maupun masyarakat Aceh.

para pemain barongsai dari tionghoa muslim sumber gambar modus aceh.com

Komunitas Tionghoa Muslim

Bauran budaya yang telah terjalin lama dan kental sangat dirasakan, apalagi saat puasa ramadan. Jika di daerah lain masih ada warung yang buka siang hari, namun di Aceh dengan aturan syariahnya yang juga mengatur muamalah dengan ketat, para warga peranakan juga tidak memperdagangkan makanan disiang hari sekalipun diperuntukkan untuk kalangan mereka sendiri.

Ini sebagai bentuk toleransi yang telah tertanam sejak dulu. Bahkan uniknya, kini juga telah muncul komunitas Muslim Tionghoa.  Sehingga tidak aneh jika dalam perayaan hari raya Cina, dalam pertunjukkan barongsai para pemainnya sebagian terlihat memakai jilbab.

Mereka adalah warga keturunan yang telah menjadi Muslim. Dan dalam festival Pekan Kebudayaan Aceh yang digelar 3 atau 4 tahun sekali, dalam Festival Peunayong terasa sekali suasana bauran budaya antara keduanya.

Di Jalanan sepanjang setengah kilo yang disulap menjadi area pertunjukkan dan dagang bercampur baur antara pedagang masayarat lokal dan warga peranakan.

Salah satu kisah yang paling legendaris dan menjadi ingatan banyak orang adalah kisah pemilik Shinbun Sibreh. Sebuah toko kelontong paling dikenal di pusat kota.

Saat tsunami besar melanda Aceh, ia dan keluarganya saat terjadi gempa berlari ke halaman masjid Baiturrahman yang berada di seberang tokonya. Tapi saat air tsunami kemudian datang, ia berbalik ke tokonya dan naik ke lantai paling atas.

Dari sana ia menyaksikan sebuah keajaiban yang belum pernah dilihatnya seumur hidupnya. Masjid Raya Baiturrahman yang berada di sebelah barat tokonya saat air tsunami datang dari arah laut begitu dahsyatnya seperti kita saksikan dalam banyak video.

Pemilik toko Shinbun bersama keluarganya melihat masjid di peluk oleh puluhan mahluk besar berpakaian putih yang mengarahkan jalannya air agar tak merusak masjid.

Sehingga saat tsunami, air tidak masuk ke dalam masjid dan hanya berada di halaman masjid hingga ke tangga masjid, dan disanalah ribuan orang berkumpul menyelamatkan diri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline