Tak seperti biasanya setelah aku menyalaminya pagi itu, mamak masih berdiri di pintu mengantarku pergi. Aku berdiri di ujung jembatan di depan rumah, merasakan sesuatu yang lain.
“Kenapa Mak, ada yang aneh dengan pakaianku”, tanyaku keheranan, aku pikir begitu karena mamak selalu peduli jika pakaianku tabrakan warna atasan dan bawahannya. “Nggak, mamak cuma mau lihat kamu berangkat, semoga nanti bisa jadi guru”, ujarnya lirih, seperti sedang berguman di ujung kata-katanya.
“Mamak aneh, aku kan kuliah di ekonomi, masak didoain jadi guru, kalau mau jadi guru Rin sudah pilih FKIP kan, daripada ekonomi,’ ujarku setengah bercanda.
‘’Sudahlah, nanti kamu telat,”. Aku bergegas berangkat, tapi sepanjang jalan aku jadi terus memikirkan kata-katanya. Menjadi guru?.
Seingatku mamak memang pernah bilang soal itu, Ia pernah ingin jadi guru, dan berharap anaknya "satu saja" ada yang bisa jadi guru. Tapi itu sudah lama sekali, aku bahkan sudah melupakannya.
Lagi pula aku pikir itu cuma bercanda. Tapi setelah kemarin mamak mengulang lagi kta-kata itu, aku merasakannya seperti sesuatu, seperti sebuah keinginan yang terpendam.
***
Tak lama setelah kuliah selesai. Seperti sebuah obsesi, sepanjang waktu aku berusaha untuk bisa menjadi "guru" seperti keinginan mamak.
Berkali-kali melamar jadi dosen, akhirnya setelah sekian waktu, aku justru terdampar menjadi dosen swasta. Bahkan setelah aku menikah obsesi itu makin luar biasa. Aku mengajar, sambil terus kuliah lagi.
Bahkan saat hamil besar anak pertama. "bisa nggak jadwal ngajar hari ini di batalin aja, kamu harus istirahat," ujar suamiku yang tak tega melihatku uring-uringan, karena sejak pagi aku merasakan kehamilanku mengulah. Aku merasakan mulas tak seperti biasanya, padahal kehamilan baru masuk usia awal 8 bulan.
Aku tetap bersikeras untuk mengajar.
"Nggak apa-apa, masih kuat, Nanti sore ada ujian Akta", kataku tetap bersikeras mengabaikan kondisiku karena menurutku masih bisa bertahan.
Dengan akta itu aku berharap bisa melamar menjadi guru.
"Bertahanlah akan ada waktunya nanti kamu berhasil", kata mamak setiap kali melihatku berangkat mengajar sebagai guru honorer. Aku tak lagi memikirkan apakah nanti akan menjadi guru tetap atau tidak.
***