Awalnya memang sulit mengajak murid-muridku untuk mengekspresikan kemamuan anak-anak di kelas. Meskipun setiap kali saya masuk kelas saat pagi hari, anak-anak sibuk menyanyi. Tapi begitu langkahku tinggal beberapa meter sampai di pintu kelas, mendadak kelas berubah hening, seperti tivi yang dimatikan volumenya. Mute! padahal suaranya merdu.
"Lho, kalau nggak salah dengar barusan ibu dengar ada konser di kelas, kenapa mendadak bubar?" godaku sebelum membuka kelas.
Dan mereka cuma saling pandang seolah bertanya dalam hati, "Siapa yang ibu maksud?" Mereka pura-pura lupa.
Tapi sudahlah.
Dan di Hari Pendidikan tahun ini, sekolah memutuskan untuk membuka lagi lomba siswa kreatif, seperti tahun kemarin.
Dengan panggung sederhana yang dipilih di sudut depan labkom, karena menghadap kelas baru dan di halaman kelas itu ditumbuhi deretan cemara menjulang yang teduh. Dengan suara udara mendesis setiap kali angin berhembus jadi pas jadi area panggung yang teduh.
Maka begitulah, saya disibukkan dengan persiapan sebagai ketua panitia lomba apa saja yang akan dibuat, termasuk persiapan pendaftaran online yang bisa dikunjungi para siswa kapanpun mereka mau. Sesuatu yang sejak kita sekolah dulu tak pernah dilakukan kecuali sejak pandemi, yang mengharuskan kelas dilakukan secara online
Bersekolah, belajar, beraktifitas dari sebuah layar kaca gadget atau laptop, bahkan personal komputer.
Butuh sekira tiga minggu menunggu para murid mendaftar, dan tak saya duga peminatnya begitu membludak. Benar bahwa ternyata jauh tersembunyi di balik kelas yang diam dan siswa pemalu, mereka menyimpan banyak bakat, surprise rasanya.
Dan hingga hari ke delapan belas, sekira delapan murid dari kelas saya sendiri juga telah masuk dalam daftar lomba. Saya menghitung hampir dua puluh anak mengikuti fotografi dan esai, dan delapan belas lainnya memilih poster. Sedangkan sisanya terbagi rata di vokal solo, puisi, dan tari.
Butuh Stimulan