Entah dari mana munculnya pendapat ini dalam diriku. Katanya di saat menyelesaikan ari-ari anak saat melahirkan ada dua cara. Cara satu menanam di halaman rumah, cara dua melarung ke laut atau sungai deras. Katanya lagi. Kalau memilih menanam di rumah, nanti saat anaknya besar akan anteng di sekitar orang tua. Seperti tanaman baru yang akan tumbuh subur kalau di sekitar induknya begitu.
Sedangkan kalau memilih melarung ke laut atau sungai deras, nanti saat anaknya besar akan senang merantau. Seperti tanaman yang benihnya diterbangkan angin dan bisa tumbuh subur, dengan jauh dari induknya begitu.
Saat pendapat itu aku sampaikan kepada suami, langsung kami berdua sepakat memilih cara dua. Kami membayangkan rasa bangga, bisa menghantar anak sukses merantau di perantauan. Dan kami membayangkan anak-anak sukses dan bahagia di perantauan .
Suami melakukan pelarungan ari-ari sesaat sesudah anak-anak lahir sesuai pilihan kami, walaupun masih mengikuti tradisi yang diajarkan otang tua.
Ari-ari dicuci bersih dan dilumuri bumbu pepek yang sudah diuleg bersama garam, lalu dibungkus kain putih dan dimasukkan dalam kendil. Diisi potlod pendek, kertas yang bertuliskan hanacaraka lengkap, jarum dan benang. Sepertinya supaya anak-anak nantinya bisa baca tulis, dan menjahit baju sendiri.
Karena aku masih di rumah sakit, suami melaksanakan sendiri semua pelarungan tanpa harus minta tolong ke siapa-siapa ke sungai Cikapundung, Bandung. Air sungai yang deras menggelora membawa hanyut kendil. Mudah-mudahan kendil selamat sampai ke laut luas. Dengan iringan doa dalam hati, semoga anak-anak juga selamat dalam mengarungi perjalanan hidup sejak lahir, dewasa hingga tua.
Kini di masa pandemi covid-19, anak-anak yang sudah terkunci di perantauan masing-masing. Anak-anak telah dewasa, berada di perantauan masing-masing. Sudah membangun keluarga dan masing-masing telah memberikan cucu. Nini-engki tetap setia hidup di kampung halaman.
PSBB dan larangan mudik membuat anak-cucu tidak bisa pulang ke kampung halaman nini-engki. Baik pada bulan Ramadhan, ataupun pada hari H saat Idul Fitri 2020. Selama pendemi covid-19 belum sirna, anak-anak tidak pulang karena larangan mudik untuk menghindarkan beberapa hal yang tidak diharapkan.
Dengan mudik, akan terus terjadi pengutaian benih-benih penularan covid-19 yang kecepatannya sangat tinggi.
Dengan mudik, rawan terjadi penularan covid-19 kepada nini-engki yang sudah termasuk kelompok rentan.