Senja yang tak kuharapkan. Senja menjadi kubenci tiba-tiba.
Paruh waktu yang ingin kulewati andai bisa.
Namun, kehendak alam selalu ada pagi ada senja.
Kalau senja menjadi berbeda dan membuatku marah, ini juga takdir dari-Nya.
*
"Kamu sama siapa?" tanya Kak Arda.
Aku tidak langsung menjawab. Sejenak aku berpikir untuk berbohong padanya. Namun, percuma, aku tidak dilahirkan untuk lihai berdalih jika didesak.
"Sama Maro lagi?" Benar, 'kan? Dia bisa menebak aku datang dengan siapa. Bahkan tembakannya tepat.
Aku mengangguk. Apa selanjutnya kakakku ini akan mengomel seperti kemarin? Entahlah. Aku pasrah. Namun, ternyata aku salah mengira. Kak Arda hanya diam. Dia melanjutkan pekerjaannya di dapur. Aku beranjak dan berlalu meninggalkannya menuju ruang tengah. Ada Ellena sedang bergurau dengan si Pussy. Kucing jenis anggora yang berbulu tebal itu duduk nyaman di pangkuan Ellena. Sesekali gadis 10 tahun itu menggelitik si kucing. Mereka saling bergurau.
"Hai, El. Pussy kamu makin gendut, ya?" sapaku.
"Iya, Tan. Tante juga gendutan."