Lihat ke Halaman Asli

Misteri Kala #24

Diperbarui: 15 September 2018   00:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sementara tanganku dan Galuh terikat, otakku terus berpikir bagaimana caranya kami bisa bebas. Karena berteriak juga percuma, tak ada seorang pun yang akan mendengar. Ruangan ini seperti berbeda dunia.

Pria bersuara serak itu tak berada di ruangan aku dan Galuh disekap. Entah berada di mana ia kini. Karena pandanganku hanya bisa melihat ke jendela di depanku. Jendela yang kutahu jarang atau mungkin tak pernah dibuka. Tirai putih yang kusam sesekali diterbangkan angin dari sela-sela lubang di jendela.

Mataku liar menyapu seluruh ruangan yang mulai terang. Ini karena sinar matahari berhasil menerobos masuk. Memberikan cahaya penerangan di ruang penyekapan.

Galuh kembali menggenggam erat jariku. Dia memberi kode lagi.

Tak berapa lama ponsel di saku kulot-ku bergetar. Aku panik, berusaha menekan tombol jawab dengan tangan yang masih terikat. Paha kuangkat dan daguku tekan. Berhasil!

"Halo ..., "

"Tolong ... tolong kami ...!" bisikku.

"Halo ... halo ... Mbak Rasya ... halo ... Mbak ...."

"Masuk. Tolong kami ...."

Tiba-tiba ujung tongkat kayu ditekan ke belakang kepalaku. Aku terkejut dan memejamkan mataku. Wajahku tak kalah pucat setelah tahu pria itu memergoki aku.

"Hei! Jangan coba-coba minta pertolongan! Atau nasib kalian akan sama dengan Rara!"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline