Lihat ke Halaman Asli

Rini Agustina

Mahasiswa

PETA CERDAS (Penggerak Pertanian Cerdas): Pengaruh Kelembagaan dan Pola Kemitraan Petani Tembakau dan Perusahaan Cerutu

Diperbarui: 11 Desember 2024   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Halo Sobat PETA CERDAS! 

"Pengaruh Kelembagaan dan Pola Kemitraan Petani Tembakau dengan Perusahaan Cerutu"

Oleh : Rini Agustina E Sinaga (231510601147), Asti Nur Dewanti (231510601166), Muhammad Helmi Setiawan (231510601108), & Ilham Hanif Firdausyah (231510601119) - Program Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jember

Pendahuluan

jember, Indonesia- Tembakau (Nicotiana Tabacun L.,) adalah salah satu komoditas perkebunan utama yang memiliki peran startegis dalam perekonomian Indonesia. Tembakau sebagai bahan baku utama industri rokok, komoditas tembakau berkontribusi signifikan pada devisa negara melaluui cukai yang ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS 2023), sepanjang januari-oktober 2023, Indonesia mengekspor hingga 7,31 juta/kg tembakau. Perusahaan cerutu telah lama menjalin kerjasama kemitraan antar petani tembakau. Kemitraan ini tidak hanya bertujuan meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panen tetapi juga memberikan dukungan teknis, serta kemudahan akses pasar bagi petani tembakau. Oleh karena itu, tujuan dari penulisan artikel ini ialah untuk melihat bagaimana kelembagaan kontrak petani tembakau, pola apa yang diterapkan pada kemitraan petani tembakau ini sehingga tidak hanya menguntungkan secara finansial tetapi juga mendukung keberlanjutan sosial dan lingkungan, bagaimana hubungan petani terhadap kemitraan perusahaan tersebut.

Kelembagaan Kontrak Pertanian

Kemitraan dalam pertanian, atau contract farming, melibatkan dua pihak: perusahaan dan petani. Perusahaan menyediakan dukungan modal, teknologi, dan jaminan pasar, sementara petani bertanggung jawab atas pengelolaan lahan. Hubungan ini bertujuan untuk menciptakan stabilitas ekonomi bagi petani dengan memastikan pasokan tembakau berkualitas tinggi. 

Identifikasi Pola Kemitraan Antara Petani dan Perusahaan Pengolahan Tembakau

Pola kemitraan yang diterapkan dalam hubungan antara petani tembakau dan perusahaan pengolahan tembakau dapat dikategorikan sebagai contract farming atau kemitraan kontrak.  Adverse selection adalah fenomena ketika terdapat ketidakseimbangan informasi antara dua pihak dalam suatu transaksi, di mana satu pihak (agen) memiliki lebih banyak informasi dibandingkan pihak lainnya (prinsipal). Dalam konteks kemitraan antara perusahaan pengolahan tembakau dan petani, adverse selection dapat terjadi ketika petani tidak memiliki pengetahuan atau akses terhadap praktik pertanian terbaik, sehingga mereka mungkin menghasilkan tembakau berkualitas rendah tanpa menyadari hal tersebut.

  1. Kerjasama dengan Petani di Desa Purworejo: Dalam kerjasama ini, petani yang kurang berpengalaman atau memiliki keterbatasan sumber daya dapat terlibat. Misalnya, petani yang tidak memiliki modal atau akses ke teknologi canggih mungkin hanya bisa menyetor tembakau dengan harga murah. Hal ini berisiko bagi perusahaan karena dapat mengakibatkan kualitas dan kuantitas produksi yang tidak stabil.
  2. Perjanjian Kerjasama di Desa Sukosari: Di sini, perbedaan informasi antara perusahaan dan petani juga dapat menyebabkan adverse selection. Petani mungkin tidak sepenuhnya menyadari standar kualitas yang diharapkan, sehingga mereka tidak siap untuk memenuhi ekspektasi tersebut. Jika petani tidak memiliki akses ke pupuk berkualitas atau bibit unggulan, hasil panen mereka akan lebih rendah dari yang diharapkan.
  3. Kemitraan di Kecamatan Sakra Barat: Di lokasi ini, perbedaan informasi mengenai standar operasional yang diharapkan juga menjadi masalah. Petani yang kurang berpengalaman mungkin tidak mengetahui cara menanam tembakau dengan baik, sehingga hasil panen mereka tidak memenuhi standar perusahaan. Untuk menghindari situasi ini, perusahaan perlu melakukan seleksi yang teliti terhadap calon mitra mereka.
  4. Selain itu, terdapat risiko moral hazard, di mana beberapa petani merasa kurang bertanggung jawab terhadap kualitas panen karena sudah mendapatkan bantuan dari perusahaan. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan transparansi dalam perjanjian kontrak dan peningkatan pelatihan bagi para petani.

    Manfaat Jangka Panjang

    Kemitraan antara petani dan perusahaan rokok seperti Perusahaan cerutu membawa manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang berkelanjutan. Selain meningkatkan pendapatan petani, pola ini juga mendorong inovasi dalam praktik pertanian melalui adopsi teknologi baru dan metode yang lebih ramah lingkungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline