Lihat ke Halaman Asli

Rindu Aprilia

Pecandu rindu

Komentarnya Soal Menulis

Diperbarui: 23 Desember 2018   18:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagiku masih sama. Masih penuh dengan kesia-siaan, penyesalan, dan kekecewaan.

Kecewa pada diri, yang masih terus bergelut pada masa lalu. 

Ah. Entah sampai kapan pagi itu akan menjadi sesuatu yang indah. Penuh dengan warna, bahagia, dan bermakna. 

Masih sama. Masih terus sama. Kutarik tubuhku dari magnet lantai yang dingin. Kupaksa ia untuk diguyur oleh dinginnya air kran, sebagai syarat shalat. 

Ah, lagi-lagi aku kecewa. Sudah pagiku penuh penyesalan, saat ibadahpun masih juga kecewa. Kecewaku bukan Dia, tapi pada diriku. 

Pada diri yang masih saja suka bertemu dengan Nya hanya ketika sulit, bertamu kepada Nya hanya ketika butuh, dan mendatangi Nya, dengan tergesa-gesa. 

Entahlah. Begitu banyak nikmat tak terhitung setiap harinya, namun tetap saja kusia-siakan. 

Usai bertemu dengan Nya, sudah terburu-buru, tidak mau berdoa pula. Makhluk macam apa aku ini. Dengan tergesa-gesa, kucampakkan pembalut tubuh hingga tak terlihat sedikitpun auratku. 

Lantai yang dingin terus memanggilku. Memanggil tubuhku agar menyentuhnya, lalu terbuai, buta, kemudian terlelap, hingga keindahan shubuh sampai waktu awal dhuha terlewatkan. 

Yah. Jahat sekali aku. Melewatkan setiap kesempatan di pagi hari menyaksikan keindahan alam yang Tuhan anugrahkan. Dengan gratis pula. 

Aku mulai terlelap, hingga pukul 07.00, alarm membangunkanku, sebab pukul 08.00, aku sudah harus sampai di perpustakaan. Menghidupkan laptop, mengambil presensi, lalu bergulat dengannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline