Lihat ke Halaman Asli

Ayah ASI, Sebuah Persembahan Cinta

Diperbarui: 27 Agustus 2016   09:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Bulan Agustus adalah bulan perayaan bagi para ibu menyusui dan suporternya. Tanggal 1-7 Agustus setiap tahunnya diperingati  secara internasional sebagai Pekan Menyusui Sedunia (World Breastfeeding Week), yang tahun ini bertema “Breastfeeding, a key to sustainable development”. Sementara di Indonesia, selain PAS (Pekan ASI Sedunia), sepanjang bulan Agustus juga ditetapkan sebagai Bulan ASI Nasional. Kedua momen penting tersebut merupakan upaya yang bertujuan mendukung suksesnya pemberian ASI, baik secara ekslusif selama enam bulan pertama kehidupan anak maupun melanjutkan ASI hingga anak berusia dua tahun atau lebih.

Pemberian ASI sebagai makanan terbaik bagi bayi direkomendasikan, bahkan oleh WHO sebagai salah satu standar emas pemberian makanan pada anak. Rekomendasi ini berdasarkan alasan banyaknya keunggulan yang dimiliki ASI telah dibuktikan dalam sejumlah penelitian di berbagai negara. Salah satu keunggulan utama ASI adalah memiliki kandungan gizi yang paling lengkap dan paling sesuai dengan daya cerna bayi. Keunggulan utama lainnya adalah ASI mengandung berbagai zat antibodi yang dapat membentuk kekebalan tubuh (imunitas) bayi sehingga tahan terhadap penyakit infeksi contohnya diare, kalaupun anak terkena penyakit infeksi maka proses penyembuhannya akan lebih cepat karena ASI membantu tubuh anak membentuk sistem imun.

Sayangnya, suksesnya pemberian ASI Ekslusif dan pemberian ASI hingga anak berusia dua tahun saat ini di Indonesia masih terbilang rendah. Hasil RISKESDAS 2013 menunjukkan cakupan ASI Ekslusif nasional hanya 38%. Meskipun menteri kesehatan RI baru saja mengumumkan adanya peningkatan cakupan menjadi 68%, seperti yang dilansir di media elektronik, namun angka tersebut masih di bawah target nasional yaitu 80%. 

Harus diakui bahwa memberikan ASI kepada anak memang tidak semudah membalikkan tangan, perlu modal pengetahuan ilmu laktasi yang cukup bagi ibu sehingga ibu mau menyusui dengan “keras kepala” yaitu dengan tekad kuat dan tidak mudah terpengaruh mitos maupun informasi yang salah dari orang sekitarnya. Dukungan dari berbagai pihak juga sangat diperlukan untuk mendukung suksesnya proses menyusui bagi seorang ibu, termasuk lingkungan keluarga, fasilitas kesehatan, lingkungan kerja bagi para ibu yang bekerja di luar rumah, serta dukungan masyarakat luas, bahkan dukungan pemerintah dan negara.

Salah satu dukungan keluarga yang paling penting dan paling dekat adalah dukungan suami. Peran seorang suami sebagai Ayah ASI atau Breastfeeding Father bukan saja dapat meningkatkan motivasi ibu untuk terus dapat menyusui bayinya selama enam bulan secara ekslusif namun juga untuk melanjutkan pemberian ASI hingga dua tahun. Tentu saja hal ini sangat tidak mustahil karena suami adalahlife partner bagi istrinya. 

Di beberapa kelompok budaya, suami sebagai kepala keluarga memiliki kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan terkait kehidupan berumah tangga termasuk masalah pengasuhan dan perawatan anak. Berbagai pengalaman pribadi maupun penelitian di dalam dan luar negeri telah membuktikan bahwa peran Ayah ASI menjadi salah satu kunci sukses pemberian ASI pada anak.

Apa yang dapat dilakukan oleh suami sebagai Ayah ASI? Pertama, bersama dengan istri membekali diri dengan pengetahuan cukup dan akurat seputar ASI dan manajemen laktasi, minimal di saat istri sudah terindikasi hamil. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari informasi dari berbagai sumber terpercaya baik yang bersifat fisik sseperti buku maupun dari artikel yang tersedia secara online atau bahkan bergabung dengan kelompok pendukung Ayah ASI. 

Kedua, meyakinkan istri bahwa sebagai ibu dia akan bisa terus sukses menyusui dan anak akan mendapatkan yang terbaik dengan ASI. Dukungan moral kepada istri sangat diperlukan terutama di kala tantangan menyusui harus dihadapi atau adanya pengaruh dari pihak lain yang dapat membuat istri merasa tidak berdaya untuk terus memberikan ASI. Di siniah suami harus terus menguatkan mental istrinya. 

Ketiga, memberi bantuan pada istri di saat anak telah lahir, seperti sesekali membantu merawat bayi ketika istri perlu beristirahat sejenak, yang paling sederhana membantu menggendong bayi dan menyendawakannya setelah selesai menyusu. Suami juga dapat menjaga rasa nyaman dan aman bagi istri dengan memberikan makanan atau minuman kesukaan atau sekedar memberi pijatan ringan di tengkuk istrinya sehingga kadar oxytocin atau hormon cinta dalam tubuh istri dapat meningkat dan memperlancar aliran ASI. Jika memiliki anak lebih dari satu, suami dapat mengajak anak yang lebih besar untuk bermain bersama agar memberi kesempatan bagi bayi dan ibunya menikmati momen menyusui dengan tenang. 

Keempat, suami dapat menyiapkan perlengkapan menyusui yang dibutuhkan istri seperti kebutuhan pakaian menyusui, apron menyusui agar dapat aman menyusui di tempat umum, atau alat memerah ASI dan kelengkapan penyertanya jika istri akan memerah dan menabung ASI jika akan kembali bekerja di luar rumah.

Bagi sebagian suami, kegiatan-kegiatan tersebut mungkin terkesan sulit atau merepotkan. Namun jika para suami menyadari dengan sepenuhnya tanggungjawabnya terhadap keluarga yang bukan hanya semata memberi nafkah, tetapi sebenarnya juga dituntut untuk berperan dalam pengasuhan anak, maka menjadi Ayah ASI tidak akan terkesan sebagai sebuah beban. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline