Lihat ke Halaman Asli

Andrea Hirata: I Know Nothing about Writing

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang Andrea Hirata, yang telah menulis tujuh buah novel, dan novelnya pun telah menjadi bestseller, enam juta copy bukunya laris manis (meski bajakannya tiga kali lipat dari aslinya), dan yang karyanya telah difilmkan dan ditonton lima juta penggemar di Indonesia, rupanya mengaku tak tahu apa-apa tentang menulis.

Hal ini diungkapkannya pada salah satu sesi di acara Ubud Writers and Readers Festival 2011, di Indus Restaurant, Ubud, 9 Oktober 2011, bersama Luna Vidya sebagai moderator. Saat itu tak hanya penggemar dari Indonesia yang menunggu-nunggu sesi obrolan dengan Andrea Hirata, tapi juga banyak di antaranya adalah penggemar asing. Mereka rupanya telah membaca Laskar Pelangi (The Rainbow Troops) yang memang telah diterjemahkan ke 18 bahasa, di antaranya Inggris, Mandarin dan Korea.

Sebagaimana telah sering ia ungkapkan sebelumnya, novel Laskar Pelangi pada awalnya tidak dimaksudkan diterbitkan untuk umum. Itu adalah dedikasi Andrea kepada gurunya, Ibu Muslimah. Ia teringat bahwa sewaktu kelas 5 SD saat ia melihat Ibu Muslimah melintas naik sepeda, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk suatu hari nanti menulis tentang Ibu Muslimah, tentang perjuangannya menjadi guru di perkampungan Belitong.

Maka suatu hari lima tahun yang lalu, Andrea duduk di kamar kostnya di Bandung, dan mulai menulis. Ia menulis terus selama tiga minggu berturut-turut hingga tanpa sadar telah menghasilkan 600 halaman. Lalu ia mengirimkan karyanya itu pada salah seorang teman ‘Laskar Pelangi’-nya, dan seseorang lalu mencuri tulisannya itu dan mengirimkannya pada penerbit buku. “...And here i am now...,” kata Andrea sambil tersenyum cerah.

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang diajukan untuk Andrea dalam sesi obrolan ini serta ringkasan jawabannya.

Apakah Laskar Pelangi sebuah biografi atau sebuah fiksi?

Ketika seorang penulis melihat hal-hal yang filosofis dalam tulisannya, dengan tidak melihat industri di sebelah sana, dan tidak melihat bagaimana pembaca akan bereaksi, maka tulisan seperti itu akan menemukan identitasnya sendiri. Saya menulis sebuah fiksi dengan teknik non fiksi, dan menulis non fiksi dengan teknik fiksi. Sebenarnya Laskar Pelangi itu terinspirasi dari kehidupan nyata, karena tokoh-tokohnya nyata, seperti Ibu Muslimah yang masih tetap mengajar sampai sekarang, tapi itu adalah novel. Itu sebabnya di sampul bukunya tertulis ‘sebuah novel’.

Mengapa masih menulis, Andrea? Mengapa tidak seperti Mark Twain saja, yang menulis satu buku and that’s it, bukunya bestseller, dibaca orang seluruh dunia, lalu tidak perlu menulis lagi.

Tahun lalu, saya menulis sebuah cerpen berjudul Dry Season dan dimuat di Washington Square Review. Saat itu menjadi suatu defining moment buat saya, ketika saya menyadari mungkin ini saatnya saya menjadi full writer. Jadi, membutuhkan tujuh novel untuk saya memutuskan menjadi seorang penulis.

Maka sejak tahun lalu saya berhenti dari pekerjaan saya di perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, setelah hampir 10 tahun bekerja di sana, dan memutuskan untuk sepenuhnya berprofesi sebagai penulis.

Dan ketika seseorang memutuskan menjadi penulis, maka dia tidak berhenti menulis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline