Lihat ke Halaman Asli

Cerpen - Utsunomiya Line

Diperbarui: 22 November 2016   00:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: infinitemirai.com

-Dari balik jendela, di atas sana Cirrus terpoles lembut diantara bentangan biru yang terlalu luas seperti cinta yang tak mudah tertebak akan darimana, kapan dan siapa – bagaimana atau mengapa adalah rahasia langit yang menyimpan dentum keagungan-

Kereta yang kunaiki melaju kencang dengan deru-deru kasar yang menghantam lamunanku, tentang dia. Aito-senpai, aku telah menunggunya selama delapan tahun ini setelah pesta kembang api terakhir di musim panas waktu itu. Perpisahan itu bukan hal yang tidak indah hanya karena aku sangat yakin setelah hari ini aku akan bisa bersamanya, selalu.

Di musim dingin sepuluh tahun yang lalu, aku sempat tergelincir dari lantai saat membawa puluhan buku menuju ruang guru di lantai bawah. Jika banyak gadis membicarakan Clumsy yang pendiam berkacamata tebal, itu adalah tentangku yang terbiasa digosipkan lebih buruk dari adanya aku. Hingga segalanya berubah setelah aku berbicara dengan Aito-senpai di siang itu.

Aku membuka mataku dengan gambar sekitar yang buram, hingga seorang anak lelaki memberikan kacamataku kembali. Tubuhku terbaring di ruang UKS dengan pergelangan kaki yang sedikit sakit.

“Beristirahatlah sebentar, aku akan kembali ke kelas. Nanti sore aku akan mengantarmu pulang.”

“Terimakasih. Aku bisa pulang sendiri, Senpai.”

“Kamu yakin, Yumiko?”

Hai.Terimakasih.” Jawabku singkat sambil mengalihkan pandangan. Aku merasa tak biasa berbicara dengan orang lain di sekolahan itu. Aku hidup di duniaku sendiri, di mana aku merasa nyaman hanya dengan mempercayai diriku sendiri.

Sore harinya saat jam sekolah telah usai aku bangkit dari ranjang untuk mengambil tas dan pulang ke rumah. Tak ada teman kelas yang datang untuk si Clumsy sepertiku dan aku tak benar-benar mengharapkannya.

“Tunggu biar aku bantu.”

Lelaki itu segera memasangkan sepatu di kaki kiriku yang terkilir. Aku hanya memandanginya dan tak banyak yang bisa kuucapkan. Entah sejak kapan ia masuk dan memperhatikanku, aku juga tak begitu yakin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline