Minggu, 11 September 2016 Equal Opportunities Commission (EOC) atau Komisi Persamaan Kesempatan mengadakan penyuluhan tentang undang-undang anti diskriminasi. EOC merupakan badan hukum yang dibentuk pada tahun 1996 untuk melaksanakan Undang-undang Diskriminasi Jenis Kelamin (Sex Discrimination Ordinance - SDO), Undang-undang Diskriminasi Cacat Tubuh (Disability Discrimination Ordinance - DDO), Undang-undang Diskriminasi Status Keluarga (Family Status Discrimination Ordinance - FSDO) dan Undang-undang Diskriminasi Ras (Race Discrimination Ordinance - RDO).
Pada penyuluhan kali ini terdapat sekitar 60 peserta dari berbagai organisasi pekerja Indonesia di Hong Kong. Selama kurang lebih tiga jam pertemuan, Ibu Devi Novianti selaku staf EOC (bahasa Indonesia) menyampaikan materi mengenai undang-undang anti diskriminasi di Hong Kong dengan sesi tanya jawab dan diskusi di dalamnya.
Di Hong Kong, hukum persamaan kesempatan melarang jenis-jenis diskriminasi atas jenis kelamin, status perkawinan, kehamilan, cacat tubuh, status keluarga serta ras. Namun berdasarkan survei yang dilakukan oleh EOC pada tahun 2014 tercatat sejumlah 6.5% PRTA (pekerja rumah tangga asing) telah mengalami pelecehan seksual selama 12 bulan sebelumnya. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa masih terjadi pelanggaran Undang-undang Diskriminasi Jenis Kelamin dikalangan pekerja rumah tangga asing.
Undang-undang Diskriminasi Jenis Kelamin sendiri melindungi setiap orang termasuk pekerja rumah tangga asing dari pelecehan seksual. Dalam hal ini majikan juga berkewajiban untuk menyediakan tempat kerja yang bebas dari pelecehan seksual. Pelecehan seksual yang sering di alami oleh pekerja biasanya berupa ucapan, sentuhan, maupun perlakuan tidak pantas yang membuat pekerja merasa terintimidasi, misal majikan melepas baju di depan pekerja serta memutar video pornografi ketika pekerja sedang melaksanakan tugasnya, sehingga tercipta lingkungan yang rawan secara seksual.
Pelaku pelecehan seksual sendiri tidak hanya berasal dari anggota keluarga yang tinggal di rumah majikan, namun bisa juga dari tamu yang sedang berkunjung ke rumah majikan. Pekerja juga dapat mengadukannya pada majikan jika ia mengalami pelecehan seksual. Pekerja wajib mencatat keterangan serinci mungkin, seperti tanggal dan waktu kejadian, ucapan serta tindakan yang orang tersebut lakukan serta siapa saja yang ada dalam peristiwa tersebut.
Dalam hal ini majikan bertanggung jawab untuk menyediakan tempat kerja yang bebas dari pelecehan seksual. Begitu juga ketika pekerja membuat pengaduan, seharusnya majikan melakukan tindakan pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Namun jika kejadian tersebut dibiarkan secara berlarut-larut maka majikan dianggap bertanggung jawab atas perbuatan membantu tindakan melanggar hukum.
Selain contoh nyata dari diskriminasi jenis kelamin seperti yang penulis sampaikan di atas, pada pertemuan kali ini penyaji juga memberikan materi mengenai Undang-undang Diskriminasi Jenis kelamin. Contoh, jika seorang lelaki dapat bekerja sebagai sopir Taxi, maka wanita juga mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan pekerjaan tersebut.
Jika majikan memutus kontrak dengan pekerja hanya karena penyakit yang diderita oleh pekerja, sementara sebenarnya pekerja masih dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Undang-undang Deskriminasi Cacat Tubuh. Begitu halnya jika majkan memutuskan untuk mengakhiri kontrak dengan pekerja rumah tangga asing hanya karena warna kulitnya yang coklat atau hitam dengan dasar tidak suka, maka jelas sekali ia telah melakukan pelanggaran dalam Undang-undang Diskriminasi Ras. Dalam Undang-undang Diskriminasi ras sendiri terdapat di dalamnya warna kulit, kasta, status keluarga, serta asal kebangsaan.
Selain mengadakan penyuluhan semacam ini, EOC juga akan membantu pekerja yang mendapat perlakuan diskriminatif yang melanggar hukum karena jenis kelamin, status perkawinan, kehamilan, cacat tubuh maupun status keluarga. PRTA dapat mengajukan pengaduan ke EOC, lalu EOC dapat melakukan penyelidikan atas pengaduan tersebut dan berusaha dengan cara konsiliasi menyelesaikan perkara tersebut. Apabila tidak tercapai penyelesaian maka PRTA juga dapat mengambil tindakan hukum di District Court berdasarkan keempat undang-undang tersebut.
Selain penyuluhan undang-undang anti diskriminasi hari ini, EOC juga akan mengadakan kegiatan lain pada tanggal 18 September 2016 dengan tema 'Lokakarya Mengenai Diskriminasi Kecacatan dan Pencegahan Kanker Payudara'. Dengan diadakannya penyuluhan semacam ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan para pekerja tentang perlindungan hukum, kewajiban serta hak-hak yang seharusnya PRTA dapatkan di negara Hong Kong.
Untuk sedikit sesi penyampaian materi yang dapat penulis rekam dapat dilihat di sini, serta sesi tanya jawab dengan peserta dapat di lihat di sini.