Lihat ke Halaman Asli

Rina Susanti

Mama dua anak yang suka nulis, ngeblog dan motret. Nyambi jualan kopi dan jualan anggrek/tanaman hias. Bisa intip blog saya di www.rinasusanti.com

Menaklukan Sekolah Negeri dengan Jalur Prestasi

Diperbarui: 22 Juli 2023   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Uji coba sekolah tatap muka tahap dua di SDN Duri Kepa 03, Jakarta Barat, Rabu (9/6/2021).).(Kompas.com/Sonya Teresa ) 

Zonasi oh zonasi 

Seperti tahun-tahun sebelumnya, selalu ada drama kecurangan di proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) terutama jalur zonasi. Sudah sejak diberlakukan zonasi ada kecurangan pindah KK demi mendapat kuota dan akan terulang tahun depan, sudah pasti. 

Tetap dapat jujur pada kondisi sulit itu tidak mudah seperti tidak mudahnya korupsi di negara ini dihentikan atau dikurangi. Nyambung ga sih? Ya nyambunglah bagaimana rakyatnya mau jujur kalau pejabat negaranya aja ga jujur. Yang paling ngerti hukum pun bisa gonta-ganti flat mobil palsu dan dimaklumi. 

Hukuman untuk ketidakjujuran dan korupsi ringan bahkan tidak ada hukuman sosial, bisa tetap jadi caleg atau orang penting di pemerintahan.

Ya sedikit menuliskan uneg-uneg betapa greget setiap membaca berita korupsi dan ketidakjujuran para pejabat atau Yang Terhormat anggota dewan.  

Balik lagi soal PPDB sistem zonasi yang meresahkan banyak masyarakat termasuk saya. Saat pertama kali diumumkan masuk sekolah negeri dengan jalur zonasi, saya resah karena tinggal di pinggiran kota, perbatasan dua provinsi dan tiga kota, Kab. Bogor, Depok dan Tangerang Selatan.

Jarak terdekat ke SMA negeri terdekat 8 km, dengan jalur transportasi yang tidak aman, jalur truk pasir.

Jadi yang bilang zonasi fair, Anda belum survey di daerah pinggiran kota di Indonesia. Satu kelurahan bisa membawahi 10 kecamatan/desa dengan luas area ratusan meter persegi, sedangkan sekolah SMAN hanya satu, dan kuota jalur zonasi 50%!

Sumber gambar KHS 

Iya kan zonasi untuk pemerataan supaya tidak ada istilah sekolah favorit. Ketahuilah, yang mengejar sekolah negeri favorit itu biasanya kaum menengah, kaum pas-pas an targetnya ga muluk-muluk, cukup sekolah negeri. 

Ini berdasarkan pengalaman saya dan beberapa teman angkatan 80/90 yang berasal dari kaum menengah bawah secara ekonomi, saat itu belum ada istilah sekolah gratis, tapi sekolah negeri biayanya terjangkau. Hanya satu cara untuk mengejar sekolah negeri, belajar, nilai ujian minimal harus 80! Orang menengah atas mungkin tidak mengalami drama ini, tinggal sekolah swasta grade A, sekolah internasional atau ke luar negeri sekalian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline