Lihat ke Halaman Asli

Rina R. Ridwan

Ibu yang suka menulis

Renungan Kecil di Akhir Minggu

Diperbarui: 13 Juni 2020   09:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pict from unsplash

Setiap hari, kita disuguhkan beragam peristiwa yang terangkum dalam berita. Setiap hari juga kita dilintasi kejadian di sekitar tanpa kita minta, atau juga buah dari apa yang memang kita tanam sebelumnya. 

Setiap hari kita mendengar, berbicara, juga melihat, tetapi adakah semua itu memberi pelajaran pada kita? Adakah menyadarkan kita pada hal kecil yang sering kita abaikan?  Waktu yang tak lagi kembali, usia yang terus menuju pada ujungnya, adakah turut menjadi pemikiran?

Rasisme, kezaliman, kesombongan, dan ketidak adilan di dunia ini, adakah mengusik nurani kita? Atau kita hanya biarkan saja, hanya karena tak terjadi atau menimpa kita.

Berapa banyakkah kepedulian, juga berapa banyakkah yang tak peduli, hanya karena tak menimpanya?

Tak semuanya mau belajar sejarah. Kejadian yang dianggap kuno dan tak relevan dengan keadaan, serta dianggap membuang waktu semata. Padahal, jika kita mau sedikit saja berpikir pada apa yang sedang terjadi atau juga nanti terjadi, semua kembali dan kembali pada kejadian masa lalu yang kita anggap sebagai sejarah.

Rasisme sudah terjadi sejak dahulu. Bukanlah hal yang baru. Bagaimana seorang budak kulit hitam bernama Bilal bin Rabah disiksa karena beda keyakinannya dengan tuannya, dibebaskan dan diperlakukan setara oleh Rasulullah karena keimanannya. Karena dalam Islam yang menjadikan manusia mulia bukanlah kulit, wajah indah atau dari mana dia berasal, tetapi keimanannya.

Rasisme akan terus terjadi sepanjang adanya kehidupan ini. Walau segala penyebab telah terbuka, tak semua manusia mampu seterbuka itu hatinya menerima perbedaan.

Kezaliman, sejak dulu juga sudah ada dan terjadi. Hanya karena secuil kekuasaan, mereka membelokkan kebenaran dengan suka hatinya, mengikuti kehendak diri untuk dijadikan sebagai hukum bagi yang lain. Pelaku kezaliman mengambil peran dan kuasa Tuhan. Mereka tidak memiliki keberanian berjalan sendiri. Mereka menembus pekatnya hati yang bengis dalam berbagai rupa.

Satu hal yang pasti, mereka lupa, bahwa nyawa sendiri tak mampu mereka kuasai ujungnya. Lupa bahwa kekuasaan mereka hanyalah sebatas kabut yang pasti akan hilang saat matahari terbit dan bersinar. Juga lupa, bahwa ada Sang Maha Adil nantinya yang akan mengadili sekecil apa pun kezaliman yang telah mereka perbuat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline