Kasus perundungan seolah tak pernah berhenti. Baru saja usai membaca yang satu, terjadi kembali di kota lain. Zaman yang sudah dianggap maju, tak beriring dengan kemajuan adab. Banyaknya pembiaran, serta ketidak pahaman akan dampaknya, membuat kasus ini terus terjadi.
Tetap kita harus meletakkan setiap masalah pada tempat yang seharusnya. Tidak main tunjuk dan melupakan akar masalahnya. Remaja zaman now yang punya kecenderungan mudah tersulut emosinya, dan agresif, tidak lepas dari lemahnya peran orangtua dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan sejak dini. Kebanyakan orangtua terlalu sibuk dengan dunia kerja.
Pertama, kita harus tahu definisi perundungan. Lalu, mengapa ada anak yang dirundung? Mengapa ada anak yang jadi perisak?
Setidaknya ada tiga syarat suatu perilaku didefinisikan sebagai perundungan. Yaitu: adanya niat dari pelaku untuk menyakiti korban, adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban sehingga korban pasti tertindas, yang terakhir, perilaku tersebut terjadi secara berulang atau berkali-kali dan disengaja. Jadi perundungan itu berbeda dengan konflik, karena perilakunya berbeda.
Anak-anak yang dirundung punya beberapa ciri yang serupa. Kurangnya kepercayaan diri, juga tak punya teman. Gestur tubuh terlihat pada para korban dari caranya berjalan, tidak punya keberanian menatap mata orang yang berbicara dengannya, dan cara bicara yang kurang jelas. Karena hal tersebut, mereka dianggap lemah dan dijadikan sasaran para perisak.
Perilaku perundungan jelas merugikan banyak orang, tidak hanya korban, tetapi juga pelaku. Tentu saja yang paling dirugikan adalah korban. Tidak hanya terdampak pada jangka pendek, namun juga jangka panjang. Terlebih bila saat mengalaminya terjadi pada usia emas dalam pembentukan jati diri (usia anak/remaja).
Para perisak biasanya memiliki kekurangan dalam regulasi emosi. Pada umumnya mereka cenderung agresif, impulsif, sulit untuk berempati, terbiasa dengan kekerasan dan memiliki konsep diri yang negatif. Semua itu berawal dari lingkungan keluarga. Latar belakang perisak bisa terkait juga dengan faktor genetik, pola asuh, dan pengalaman menyaksikan kekerasan.
Psikolog klinis Anak Violetta Hasan Noor, mengatakan peranan orangtua dalam tumbuh kembang anak di lingkungannya memainkan peranan penting dalam membentuk anak apakah nanti menjadi seorang perisak atau tidak.
Perundungan tak selalu dengan kekerasan fisik, namun juga dengan kekerasan verbal. Korban cenderung menutupi keadaannya di rumah. Untuk itulah kita harus tahu ciri-ciri korban perundungan. Mereka mudah ketakutan, mengalami kesulitan tidur, malas beraktivitas, bisa juga malas ke sekolah (tempat mereka mengalami perundungan), juga munculnya perubahan perilaku. Ibaratnya dampak jangka pendeknya adalah insecure.
"Penindasan dapat membuat depresi dan gangguan kecemasan," demikian kata profesor psikiatris Gail Saltz