Keberadaan Kelas Menulis Online masih menjamur hingga saat ini. Mengingat semakin terbuka lebarnya profesi yang ditawarkan untuk orang yang memiliki keterampilan menulis. Bukan hanya menulis fiksi, namun juga non fiksi. Bukan hanya kelas menulis dewasa, namun juga menulis buku anak-anak, bahkan juga ada pelatihan menulis komik.
Hampir semua membutuhkan keterampilan menulis. Dari mengarang di sekolah, membuat lamaran pekerjaan, membuat laporan, membuat draft pidato, content writer, ghostwriter dan lain sebagainya yang mungkin saya lupa menyebutkannya.
Bahkan untuk menjadikan menulis sebagai kebiasaan selama satu bulan penuh juga banyak yang membuka kelas dengan beragam nama. Dari penulis baru sebagai mentornya hingga mentor dari penerbit indie. Semua rata-rata berbayar. Ada yang hanya dibiarkan menulis apa saja tanpa sisipan pelajaran apapun, ada yang diberi sisipan pelajaran setiap minggu bagi yang konsisten menulis dan bertahan.
Rata-rata berbayar di angka Rp100.000,00. Jika ingin yang lebih spesifik, seperti khusus menulis artikel atau menulis cerita pendek hingga novel, maka harga yang dipatok akan lebih mahal lagi. Bahkan sekarang telah mulai menjamur kelas menjadi editor(penyunting).
Saya pribadi bila ditanya mana yang qualified dan diakui, tanpa ragu akan menjawab'tidak tahu'. Walau saya sempat mengikuti beberapa kelas. Syukurnya academy tempat awal saya belajar cukup bermutu dan banyak melahirkan penulis best seller dan diikat kontrak oleh penerbit mayor.
Di sini, sejak awal kami sudah dijejalkan pelajaran PUEBI(Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) dan KBBI(Kamus Besar Bahasa Indonesia) agar tak menjadi penulis yang malas belajar. Hingga usai dari sana, banyak dari kami yang diminta sebagai mentor pada kelas penulisan daring yang menjamur saat ini.
Saat Dee meluncurkan buku non fiksi "Di Balik Tirai Aroma Karsa", dan membacanya hingga tuntas, saya tersenyum bahagia. Kenapa?
Inilah buku yang wajib dimiliki oleh mereka yang suka menulis, terutama menulis non fiksi. Luar biasa detilnya Dee menuliskan semua dari bagaimana sebuah ide diputuskan dan dieksekusi, riset yang memang harus dilakukan agar cerita menjadi masuk akal, dan hal teknis lainnya.
"Menulis adalah keahlian yag memakan waktu seumur hidup untuk diasah" Begitu tulisnya di halaman 7.
Bagaimana Dee mendeskripsikan imajinasi, manuskrip, narator dan perspektifnya juga dikupas dengan teliti. Ibaratnya Dee tak menyisakan apapun yang ada di dapur kreativitasnya sebagai penulis yang sudah dia geluti selama 17 tahun.
Belum lagi bagaimana dia menjelaskan tentang premis dengan ragamnya, fiksi, dialog, aneka karakter yang dibutuhkan, hingga penyuntingan dan kover yang juga dia turut serta menentukan. Dee yang sudah melek PUEBI dan KBBI terus belajar hingga sekarang. Sesuatu yang luar biasa menurut saya, mengingat banyaknya penulis baru yang sangat malas mempelajari PUEBI dan KBBI karena merasa itu adalah tugas seorang penyunting.