Desa-desa di Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan yang serius. Menurut rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Maret 2022, jumlah masyarakat miskin di Indonesia mencapai 26,16 juta orang, di mana 14,34 juta orang tinggal di pedesaan dan 11,82 juta orang tinggal di perkotaan. Hal ini menunjukkan adanya disparitas yang signifikan antara kemiskinan masyarakat desa dan kota.
Kemiskinan bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga berdampak pada aspek-aspek sosial, pendidikan, dan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memberikan perhatian lebih dan mencari solusi yang efektif untuk mengatasi masalah kemiskinan ini.
Dalam upaya mengatasi kemiskinan dan mendorong pembangunan berkelanjutan, literasi keuangan memainkan peran vital yang semakin penting. Literasi keuangan mengacu pada pemahaman tentang konsep keuangan dasar dan keterampilan yang diperlukan untuk mengelola keuangan dengan efektif.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa literasi keuangan yang baik memiliki dampak positif terhadap kesejahteraan. Misalnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh The National Institute for Literacy di Amerika Serikat, menemukan bahwa 43% orang dewasa dengan tingkat literasi rendah hidup dalam kemiskinan. Sebanyak 70% penerima bantuan sosial berasal dari orang dewasa dengan tingkat literasi rendah. Dengan kata lain, terdapat hubungan yang jelas antara tingkat literasi yang tinggi dan pendapatan yang lebih tinggi.
Selain itu, literasi keuangan juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap inklusi keuangan di desa (Worang et al., 2022). Keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Literasi keuangan harus terus didorong untuk mengatasi eksklusi keuangan pada masyarakat desa.
Kita harus mengakui bahwa masih terdapat kecenderungan eksklusi keuangan di masyarakat desa, yang secara terus-menerus menjadikan orang miskin terjebak dalam kemiskinan yang berkepanjangan.
Batasan akses bagi penduduk desa untuk memiliki produk dan layanan keuangan utama, seperti rekening bank, kartu kredit, asuransi rumah, dan pinjaman pendidikan, merupakan indikasi eksklusi keuangan yang nyata. Kondisi ini menghambat perkembangan masyarakat desa secara keseluruhan.
Tingkat literasi keuangan yang rendah menjadi penyebab terjadinya eksklusi keuangan. Masyarakat tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan. Kondisi ini juga menyebabkan maraknya praktik rentenir yang merugikan masyarakat.
Praktik rentenir tersebut menambah penderitaan masyarakat. Tingginya bunga pinjaman menyebabkan masyarakat semakin terperangkap dalam jurang kemiskinan. Kondisi ini mengakibatkan kesenjangan semakin melebar, dengan orang miskin semakin miskin.