Lihat ke Halaman Asli

Rinaldi Sutan Sati

Owner Kedai Kapitol

Jika Mendagri Menolak Pengunduran Diri Penjabat Gubernur Karena Maju Pilkada 2024

Diperbarui: 21 Juli 2024   12:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pengunduran diri seorang Penjabat Gubernur, Bupati atau Walikota pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 27 November 2024 mendatang, menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Terutama pasca Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Nomor 100.2.1.3/2314/SJ tentang Pengunduran Diri Pj. Kepala Daerah yang akan Maju dalam Pilkada Serentak Nasional Tahun 2024. Surat tertanggal 16 Mei 2024 tersebut menjelaskan ketentuan sekaligus mekanisme proses pengunduran diri bagi Pj. kepala daerah yang hendak mengikuti Pilkada 2024. 

Pada bagian lampiran, surat itu juga dilengkapi contoh format surat pengunduran diri yang dapat digunakan oleh Pj. kepala daerah. Dapat dipandang, Surat Edaran ini dikeluarkan untuk memastikan bahwa pejabat yang ingin mencalonkan diri dalam Pilkada dapat melaksanakan tugasnya secara netral dan tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Hal ini juga bertujuan untuk menjaga netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam mendukung proses demokrasi yang adil dan transparan.

Dengan mewajibkan pengunduran diri pejabat yang mencalonkan diri, surat edaran ini membantu menjaga netralitas ASN dan mengurangi potensi konflik kepentingan dalam proses Pilkada. Netralitas ASN merupakan salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan pemerintahan yang efektif dan efisien. 

Pengunduran diri pejabat yang mencalonkan diri dapat menimbulkan kekosongan jabatan yang harus segera diisi untuk menjaga stabilitas pemerintahan daerah. Sehingga, diperlukan mekanisme yang cepat dan tepat dalam menunjuk pejabat sementara untuk mengisi kekosongan tersebut. 

Potensi gangguan terhadap pelayanan publik dapat diminimalisir dengan pengaturan yang jelas mengenai pengunduran diri pejabat. ASN yang netral dan tidak terlibat dalam kampanye politik dapat fokus menjalankan tugas pelayanan publik dengan lebih efektif. Dari itu, Mendagri mengimbau pengunduran diri ini diajukan paling lambat pertengahan bulan Juli 2024. Hal ini mengingat masa pendaftaran calon kepala daerah berlangsung pada tanggal 27 hingga 29 Agustus 2024. Khusus untuk Penjabat Gubernur, Walikota atau Bupati Mendagri mengimbau agar 40 hari sebelum tanggal pendaftaran dia sudah memberi informasi pengunduran diri.

Surat Edaran ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang mengharuskan pejabat negara untuk mengundurkan diri jika mencalonkan diri dalam Pilkada. Pengaturan mengenai pengunduran diri dan larangan penggunaan fasilitas negara dalam surat edaran ini juga konsisten dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018. Surat tersebut juga  mendukung prinsip-prinsip good governance, seperti transparansi, akuntabilitas, dan netralitas dalam proses Pilkada. 

Dengan menetapkan prosedur yang jelas dan sanksi tegas, surat edaran ini membantu menciptakan iklim politik yang lebih sehat dan kompetitif. Singkat kata, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.1.3/2314/SJ merupakan instrumen hukum yang penting untuk memastikan pelaksanaan Pilkada yang adil, jujur, dan transparan. Ketentuan mengenai pengunduran diri pejabat negara yang mencalonkan diri dalam Pilkada, larangan penggunaan fasilitas negara, serta sanksi bagi pelanggar, semuanya sejalan dengan prinsip-prinsip good governance dan aturan hukum yang berlaku.

Pengunduran diri Penjabat Gubernur, Walikota serta Bupati erat kaitannya dengan etika birokrasi yang merupakan prinsip-prinsip moral yang harus dijunjung tinggi oleh aparatur sipil negara (ASN) dalam menjalankan tugas dan fungsinya, termasuk ketika seorang pejabat ingin mencalonkan diri menjadi gubernur. 

Misalnya, dalam kasus Penjabat Gubernur Riau, SF Haryanto terlambat mengajukan surat pengunduran dirinya, maka bukan tidak mungkin Mendagri malah mengeluarkan semacam surat lanjutan  tugas yang jika pengunduran diri tidak disetujui, Pj. Gubernur harus melanjutkan tugasnya hingga ada keputusan lebih lanjut. Karena menurut saya, Mendagri memiliki wewenang untuk menolak pengunduran diri jika tidak memenuhi syarat administratif, termasuk batas waktu. Keputusan ini harus didasarkan pada peraturan yang jelas dan transparan.

Menurut saya, jika terjadi Penolakan pengunduran diri Pj. Gubernur SF. Haryanto oleh Mendagri dengan alasan terlambat mengajukan, tentulah akan  memiliki implikasi hukum yang signifikan. Untuk menghindari konsekuensi negatif, penting bagi calon untuk mematuhi semua peraturan dan batas waktu yang ditetapkan. Dalam kasus penolakan, calon memiliki beberapa opsi, termasuk mengajukan sengketa atau mencari mediasi, untuk memastikan haknya terlindungi tanpa melanggar prinsip-prinsip hukum dan etika birokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline