Lihat ke Halaman Asli

Detukeli, Belajar Komputer di Daerah Tanpa Listrik

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14165700542137753694


Belajar Komputer di daerah Tanpa Listrik? Mana mungkin? Apa bisa? Di mana? Hari gini tanpa listrik mana mungkin bisa hidup? Mungkin pertanyaan itu muncul di benak kalian. Ya, di zaman modern seperti ini hampir semua orang mengandalkan listrik untuk keperluan sehari-hari. Dari kegiatan paling sederhana hingga paling rumit semua menggunakan listrik.
Tapi tidak untuk Kecamatan Detukeli, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur yang belum terjamah manisnya listrik PLN. Kabupaten dimana Bung Karno pernah diasingkan belum bisa menikmati listrik seperti layaknya kita sekarang. Kecamatan Detukeli adalah satu-satunya kecamatan di Kabupaten Ende yang 100% wilayahnya belum terjangkau listrik PLN. Padahal di Kecamatan ini terdapat SMP Negeri Detukeli, SMP K Detukeli dan SMK Negeri 6 Ende.
Tidak seperti masyarakat kota yang sejak dini telah mengenal komputer dan mengoperasikannya. Melihat bentuknya saja sangat jarang bagi siswa wilayah itu, apalagi menggunkannya. Untuk mengenalkan cara pengopersikan komputer kepada siswa, saya dan teman-teman memberikan pelajaran komputer bagi mereka. Kami juga dibantu oleh guru-guru setempat. Aksi ini kami sebut kegiatan "Komputasi".
Sebelum saya menceritakan aksi kami, saya akan memperkanalkan diri kami. Kami adalah peserta program Sarjana Mendidik di Daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Kami dikirim ke daerah 3T selama 1 tahun untuk melakukan pemerataan pendidikan. Tidak hanya pendidikan yang sesuai dengan jurusan kami, tetapi juga memberikan aksi lebih sebisa mungkin yang kami bisa. Kebetulan kami di tempatkan di SMK Negeri 6 Ende yang terletak di Kecamatan Detukeli, Kabupaten Ende, NTT. Lokasi SMK Negeri 6 Ende sekitar 60 km dari pusat kota, dengan transportasi yang minim dan akses jalan berbatu.
Di tempat pengabdian, kami melakukan aksi kegiatan "Komputasi". Aksi ini kami lakukan untuk mengenalkan, mengajarkan dan mengoperasikan komputer guna mempersiapkan siswa untuk sejajar dengan siswa di kota. Dalam aksi nyata ini, kami juga di bantu oleh guru lokal daerah tersebut yang telah mengenyam pendidikan keguruan di Universitas di Daerah Flores.
Pada hari pertama, mereka sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Rasa ingin tahu mereka sangat tinggi untuk mengenal dan mengoperasikan komputer. Namun dalam pengenalan kami tidak menggunakan komputer yang terdiri dari monitor, CPU, Keyboard, dan mouse. Kami menggunakan komputer portable yaitu laptop. Karena sangat tidak mungkin menggunkan komputer yang harus tersambung listrik. Daerah kami belum teraliri listrik PLN dan sekolah kami juga belum memiliki komputer.

Laptop yang digunakan adalah miliki kami pribadi dan milik 2 teman guru yang lain. Sehingga terdapat 4 laptop yang dapat dioperasikan. Kegiatan ini dilakukan setiap hari Rabu. Sebelum kegiatan berlangsung, pada Selasa malam kami harus menitipkan laptop ke Bapak Sekertaris Desa untuk di isi daya. Di daerah kami, tempat beliaulah yang memiliki generator. Generator tidak dihidupkan sepanjang hari melainkan hanya pada malam hari dan jam-jam tertentu. Tempat kami belum tersaluri listrik PLN, jadi tidak dapat mengisi daya sewaktu-waktu.
Saat kegiatan berlangsung setiap siswa harus bergantian dalam pengoperasikan laptop, karena terbatasnya jumlah laptop yang ada. Satu laptop digunakan sekitar 3 siswa secara bergantian dengan pendampingan dari kami dan guru setempat. Aksi ini membuat siswa sedikit demi sedikit dapat mengoperasikan komputer, walaupun masih sebatas hal-hal yang sederhana seperti memulai operasi, mengolah kata, mengolah data, membuka data, menyimpan data dan menutup operasi.

1416569862757887900


Mereka senang dapat mengetahui bagaimana cara menggunakan komputer. Selain itu, terkadang kami juga sempatkan waktu untuk menonton film bersama. Sekedar penghibur bagi mereka. Keterbatasan tidak membuat mereka harus tertinggal, tapi kita harus membantu mereka untuk berlari mengejar ketertinggalan dengan berbagai cara yang bisa kita lakukan. Walau sederhana tapi hal itu sudah berarti bagi mereka.

14165699361931588320


Mereka yang berada di daerah 3T sebenarnya mampu bersaing dan tidak kalah, hanya saja kondisi geografis yang membatasi mereka. Mereka siswa yang kuat, mandiri, dan berkemauan. Mereka juga dapat maju. Bahkan mereka bisa menjadi lebih jika ada kesempatan bagi mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline