Lihat ke Halaman Asli

Rina Inayati

Ora et Labora

Benarkah Kesempurnaan Menjadikan Segalanya Lebih Baik?

Diperbarui: 12 November 2021   09:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Sebuah Tulisan Lama....

Sebenernya udah lama kepikiran untuk share soal ini tapi baru kepikiran lagi setelah saya lihat cuplikan re-run film "At The First Sight", yang dibintangi Val Kilmer dan duhh....ceweknya siapa ya? Lupa deh. Film taun 80an tapi cukup inspiring lah buat saya (Saya? Kok parameternya saya....emang sape loe??? Hehehe)

Jadi, ceritanya begini.... Once upon a time.....(emangnya fairy tale?)

To the point aja ya, si Ce dan Val itu adalah a couple. Cuma sayangnya, Val adalah seorang tunanetra. Si Ce, secara ingin membuat hidup Val lebih baik, layaknya orang normal, maka si Ce mendorong Val untuk melakukan operasi mata. Awalnya Val gak mau, namun karena dorongan si Ce, maka Val mau.

Alkisah, operasi berjalan lancar, Val pun bisa melihat.
Bereskah semuanya? Dan bahagiakah mereka?

Ternyata, inilah awal dari banyak masalah. Val yang terbiasa buta dan mengandalkan indera peraba, jadi shocked karena menjumpai banyaknya hal asing. Dalam keadaan tunanetra, Val bisa membedakan mana apel, anggur, kursi dengan indera peraba dan penciumannya. Bahkan ia bisa merasakan akan turun hujan dari desir angin yang berhembus.

Dengan matanya yang sempurna, Val menjadi merasa tersiksa, ia tak berhasil beradaptasi. Ia bingung mana apel, mana anggur, sehingga ketika sedang berkumpul dengan orang yang tak mengetahui keadaannya sebelumnya, Val menjadi terasing. Ia merasa menjadi the outsider karena meski mendengar dan melihat apa yang dibicarakan orang yang di sekitarnya, namun ia tak bisa menemukan koneksi diantaranya. Bahkan seringkali Val menjadi sumber terjadinya hectic. Ia sulit mengingat nama-nama benda yang dilihatnya, meski hanya benda sepele, misalnya perabot rumah, etc. Val kemudian menjadi frustasi dengan 'kesempurnaan'-nya dan berharap matanya kembali seperti semula.

Dari film tersebut saya bisa belajar bahwa kesempurnaan belum tentu menjadikan segalanya lebih baik. Kita, sebagai manusia biasa dan tidak dianugerahi kesempurnaan seringkali berangan-angan "Andai saja aku kaya, pintar, cantik....bla...bla....". Namun tidak menyadari bahwa kesempurnaan mungkin hanya akan membawa kita kepada kemudharatan.

Kalau kita kaya, mungkin kita tidak akan menghargai arti sebuah perjuangan dan kerja keras. Kalau kita cantik, mungkin kita akan akan mengeksploitasi kecantikan tersebut. Kalau kita pintar, kita mungkin tidak menghargai orang lain.

Jadi orang kaya, itu bagus. Jadi orang pintar itu bagus (dan bisa minum 'tolak angin' hehehe). Jadi orang cantik/ganteng itu juga bagus. Namun yang paling penting adalah jadi orang baik, karena jadi orang baik berarti menghargai orang lain bagaimanapun keadaan mereka dan selalu bersikap positif.

Kita selalu, selalu dan selalu (wuihhh...ala Bunda Hetty!) mengeluhkan apa yang kita tidak miliki....Coba kalo punya karir bagus, coba kalo punya pasangan oke, coba kalo punya ini punya itu.... Kita selalu sibuk menghitung hal-hal yang tidak kita miliki dan melupakan hal yang kita miliki.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline