Baru-baru ini tersiar berita tentang seorang guru di Kota Pariaman yang terbukti positif covid-19. Hasil ini di dapatkan setelah yang bersangkutan melakukan tes SWAB yang digagas oleh Pemda Kota Pariaman bagi seluruh guru di Kota Pariaman. Hal ini dilakukan guna memastikan keamanan sebelum dilaksanakannya pembelajaran tatap muka di kota tersebut. Siapa nyana setelah hasil SWAB dikeluarkan oleh laboratorim klinik Universitas Andalas terdapat guru yang positif terpapar Covid-19.
Sontak terjadi kepanikan di kota kecil ini. Pembelajaran tatap muka yang baru diselenggarakan pada awal tahun ajaran baru inipun mendadak kembali dihentikan. Padahal baru satu minggu para siswa dan guru menikmati pembelajaran dengan berinteraksi langsung. Meskipun dalam kondisi yang sangat terbatas. Setelah berbulan sebelumnya melakukan pembelajaran dari rumah.
Berita simpang siur beredar di kalangan masyarakat terutama orang tua siswa dan dilingkungan pendidikan. Praduga-praduga berhembus dari satu grup sosial media ke grup lainnya, dari satu warung ke warung berikut. Tentang sang guru yang sebelumnya tidak merasakan gejala apa-apa. Justeru setelah dilaksanakan tes swab baru merasakan gejalanya. Tentang murid yang sebelumnya telah berintegrasi secara bebas dengan para guru dan teman-teman mereka di sekolah. Tentang orang tua yang mengalami kecemasan jika putera-puteri mereka tertular.
Sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah jika semua persyaratan dan prosedur tentang dibolehkannya penyelenggaraan pembelajaran tatap muka di sebuah satuan pendidikan di penuhi dengan baik, maka hal seperti ini mestinya tidak terjadi.
Bukankah sebelum diselenggarakan pembelajaran tatap muka setiap satuan pendidikan telah melewati serangkaian evaluasi dari berbagai tim gugus tugas covid-19 di Kabupaten/Kota tempat satuan pendidikan itu berada? Bukankah orang tua sudah memutuskan (baca membolehkan) anak-anak mereka untuk melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah?
Sejauh mana kesiapan Pemerintah Daerah, sekolah, guru, orang tua, dan siswa dalam menyelenggarakan pembelajaran tatap muka di sekolah? Berdasarkan panduan kegiatan pembelajaran saat satuan pendidikan kembali beroperasi yang dikeluarkan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan No. 15 tahun 2020, terdapat setidaknya 6 poin utama dalam tata laksana pembelajaran tatap muka selama pandemi ini.
Pembersihan Sarana Prasarana
Seluruh sarana prasarana satuan pendidikan dibersihkan sebelum Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung dan setelah KBM berlangsung. Pembersihan yang dimaksud tentunya dengan desinfektan yang memadai. Dalam arti tidak ada satu bagianpun dari sarana prasarana yang ada di sekolah yang luput dari pembersihan menggunakan desinfektan.
Apakah hal ini sudah dilaksanakan dengan benar? Dalam kenyataannya hal ini seringkali di abaikan. Jika hal ini dilakukan dapat dibayangkan dampaknya jika ada salah seorang siswa atau guru, maupun warga sekolah lainnya yang terpapar virus ini. Praktis sekolah akan menjadi cluster baru dari penyebaran virus.
Pemantauan kesehatan secara rutin
Pemantauan ini dilakukan menyeluruh terhadap seluruh warga sekolah. Pemantauan yang dilakukan mencakup gejala-gejala covid-19 seperti demam, batuk pilek, sesak nafas, diare, atau kehilangan indera perasa. Sudah siapkah sekolah untuk ini? Mengingat tidak semua sekolah memiliki tenaga yang cukup untuk melakukan pekerjaan tambahan seperti ini. Berapa petugas yang tersedia setiap pagi menjelang masuk untuk melakukan pemindaian suhu tubuh warga sekolah yang baru datang?