Lihat ke Halaman Asli

Rimayanti Z

Praktisi Pendidikan

Menggunakan Kearifan Lokal sebagai Tameng Resesi

Diperbarui: 30 Juni 2020   23:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

koleksi pribadi

Hantaman pandemi Covid-19 berdampak kesemua lini kehidupan masyarakat. Semenjak diberitakan muncul di Wuhan Cina Januari 2020 lalu gelombang virus ini seperti tidak puas membabat habis semua aspek kehidupan. Tidak hanya dibidang kesehatan, lebih jauh ternyata pandemi covid-19 hampir melumpuhkan sektor ekonomi di dunia tak terkecuali Indonesia. Pengumuman pertumbuhan ekonomi yang turun dari kisaran 5%-7% telah disampaikan secara lugas oleh lembaga lembaga keuangan dunia.

Pembatasan gerak sosial membuat berbagai faktor tidak dapat menjalankan aktifitas sebagaimana biasanya. Tidak hanya bidang transportasi yang biasa digunakan untuk mobilitas masyarakat, namun juga pariwitasa, perdagangan, ritel, bahkan sektor hiburan. Akibatnya bisa diduga. Gelombang PHK dimana-mana. Dalam sesaat ribuan orang kehilangan pekerjaannya. Pedagang tidak bisa menggelar lapak mereka. Daya beli masyarakat otomatis turun mengakibatkan produksi mau tidak mau harus diturunkan. Semuanya saling berkait satu sama lain.

Dampak yang paling besar tentu saja dirasakan oleh ibu rumah tangga seperti saya. Sebagai orang gajian saya mulai berhitung-hitung bagaimana memenuhi kebutuhan dengan pundi-pundi yang ada. Bersama suami kami mulai menghitung langkah-langkah strategis yang mesti dilakukan agar RAPBR (Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Rumah Tangga) kami tidak mengalami defisit yang terlalu jauh. Bak menteri kabinet suami mulai mengoret-oret langkah-langkah konkrik yang mesti segera dilakukan. Akhirnya didapati kesepakatan sebagaimana di bawah ini:

  • Lakukan penghematan disemua mata anggaran.
  • Belanja sesuai kebutuhan bukan berdasarkan keinginan
  • Usahakan belanja di warung tetangga
  • Jangan belanja banyak disaat harga suatu barang sedang tinggi. Beli seperlunya saja. Kalau perlu beli setiap kali dibutuhkan.

Sebetulnya sebagai orang Minang kami terbawa mengatur pola keuangan keluarga mengikuti filosofi rangkiang. Di halaman depan Rumah Gadang yang terdapat di Minang Kabau terdapat rangkiang. bangunan yang dibuat dalam bentuk menyerupai rumah gadang namun lebih kecil  ini digunakan sebagai tempat penyimpanan padi hasil panen.

Ada empat jenis rangkiang yang berdiri di halaman Rumah Gadang. Masing-masing mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Yang pertama adalah Rangkiang Sitinjau Lauik. Padi yang disimpan pada rangkiang ini  digunakan pada saat keluarga akan menyelenggarakan hajatan besar. Seperti pesta pernikahan anak kemenakan. Pada saat itulah padi yang disimpan di Rangkiang Sitinjau Laut boleh dijual guna membiayai acara.

Selanjutnya ada Rangkiang Si Bayau-Bayau. Hasil panen  yang disimpan dalam Rangkiang Si Bayau-Bayau digunakan untuk keperluan sehari-hari. Karenanya jumlah padi yang tersimpan dalam rangkiang ini agak banyak dibandingkan yang lainnya. Karena akan diperuntukkan membiayai kebutuhan pangan dan sandang.

Rangkiang yang ketiga adalah Rangkiang Sitenggang Lapa. Pada jaman dahulu kebanyakan sawah masyarakat adalah tadah hujan. Jika musim kemarau tiba maka musim tanam akan tertunda. Akibatnya akan terjadi musim paceklik. Demikian juga ketika serangan hama datang. Ketika itulah padi simpanan yang terdapat dalam Rangkiang Sitenggang Lapa digunakan. Penggunaannya tidak hanya untuk pemilik Rumah Gadang, akan tetapi juga digunakan untuk membantu warga lain yang kesulitan pangan.

Terakhir ada Rangkiang Kaciak. Sesuai dengan namanya rangkiang ini adalah yang paling kecil diantara ke empat rangkiang. Rangkiang ini digunakan sebagai penyimpan padi abuan yang akan digunakan sebagai bibit pada musim tanam berikutnya.

Demikian bijak orang tua dulu mengatur pola keuangan mereka. Ketika musim panen datang tidak serta merta dihabiskan sesaat. Mereka dengan cermat membagi pos penghasilan sesuai dengan kebutuhannya. Termasuk juga untuk berbagi dengan warga lainnya tanpa kemaruk untuk diri sendiri.

Hal ini juga yang coba saya terapkan dalam sistem keuangan rumah tangga kami. Sebagai orang gajian penghasilan saya dan suami setiap bulannya hampir bisa ditebak. Karenanya kami perlu cermat membelanjakan pundi-pundi yang terbatas ini. Mengacu kepada pola pembagian anggaran yang ada pada rangkiang, kamipun membagi pos anggaran menjadi empat bagian.

Bagian pertama untuk keperluan besar dan jangka panjang seperti menikahkan anak, biaya pendidikan, termasuk membeli barang keperluan rumah tangga yang tidak dapat dibuat sendiri. Anggaran ini sebisa mungkin tidak diganggu dan digunakan selain peruntukannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline