Lihat ke Halaman Asli

Rima Gravianty Baskoro

Trusted Listed Lawyer in Foreign Embassies || Policy Analyst and Researcher || Master of Public Policy - Monash University || Bachelor of Law - Diponegoro University ||

Menakar Kontroversi Kebijakan Publik Pendisiplinan Anak: Studi Kasus Kebijakan Gubernur Nusa Tenggara Timur

Diperbarui: 1 Maret 2023   17:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Althaus, et.al, 2018)

Oleh:
Guy Rangga Boro, S.H. (Partner pada GASP & Co Law Office)
Fitriyah Maliki, S.H. (Partner pada Rima Baskoro & Partners Law Office)
Rima Baskoro, S.H., ACIArb. (Wakil Ketua Umum Young Lawyers Committee Peradi)


I . Latar Belakang

Beredar isu yang hangat di kalangan publik bahwa Gubernur Nusa Tenggara Timur ("NTT") mengeluarkan kebijakan kepada siswa-siswi pada beberapa SMA dan SMK di Kota Kupang yang diwajibkan masuk sekolah pukul 05.00 WITA terhitung sejak tanggal 28 Februari 2023. Alasan yang dikemukakan Gubernur NTT memberlakukan kebijakan ini karena persoalan kedisiplinan para siswa. Terlebih lagi, Gubernur NTT mengemukakan kebijakan tersebut bertujuan agar para siswa di NTT memiliki kualitas dan daya saing untuk mampu mengemban pendidikan lebih lanjut di beberapa perguruan tinggi dalam negeri seperti Universitas Indonesia dan Universitas Gajah Mada, maupun pada tingkat perguruan tinggi sekelas Harvard University. Menjadi pertanyaan atas diberlakukannya kebijakan ini adalah apakah masalah kedisiplinan menjadi faktor yang mempengaruhi anak-anak NTT tidak memiliki daya saing untuk masuk ke beberapa perguruan tinggi tersebut diatas? Ataukah ternyata justru kurangnya fasilitas pendidikan dan akses terhadap pengetahuan, serta kurangnya iklim belajar-mengajar yang menyenangkan sebagai faktor yang mempengaruhi kurangnya daya saing anak-anak NTT untuk masuk ke beberapa perguruan tinggi tersebut diatas? Apakah dikeluarkannya kebijakan ini sudah melalui proses dan tahapan-tahapan yang baik dikeluarkannya suatu kebijakan publik?

II. Perlindungan Anak Sebagai Tanggung Jawab Pemerintah

Diterapkannya kebijakan publik tersebut oleh Pemda NTT menuai sejumlah permasalahan, yakni:

Pertama, patut dipertanyakan urgensi dari kebijakan masuk sekolah jam 05.00 WITA. Apakah permasalahan kedisiplinan ini perlu diatur lewat kebijakan publik Pemerintah Daerah ("Pemda") NTT atau cukup melalui sosialisasi terhadap orangtua dan keluarga siswa-siswi sebagai bentuk tanggungjawab bersama? Mengingat tanggung jawab penyelenggaraan perlindungan anak termasuk mengenai pendidikan juga menjadi kewajiban orangtua dan keluarga dari anak, sebagaimana ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ("UU 23/2002"), yang mengatur sebagai berikut:

Pasal 20
"Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak."

Idealnya urgensi kebijakan Pemda NTT diarahkan guna menciptakan iklim belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga menimbulkan daya tarik dan minat yang kuat dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah untuk meningkatkan daya saing anak-anak di NTT dalam melanjutkan pendidikan di tingkat perguruan tinggi. Khawatirnya, dengan diterapkannya kebijakan tersebut menyebabkan siswa-siswi di NTT tidak menikmati proses belajar-mengajar yang menyenangkan, dan sebaliknya malah menurunkan daya tarik dan minat untuk belajar.

Selain itu, seharusnya fokus dan urgensi kebijakan Pemda NTT adalah pada pengadaan dan peningkatan fasilitas pendidikan dan akses pengetahuan, termasuk tenaga pengajar/guru yang setara dengan daerah-daerah maju seperti di Jakarta dan sekitar pulau jawa, guna menjunjung tinggi prinsip-prinsip non diskriminasi sebagaimana ketentuan Pasal 2 UU No. 23/2002, yang mengatur sebagai berikut:

Pasal 2
"Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi :
 1. non diskriminasi;
2. kepentingan yang terbaik bagi anak;
3. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
4. penghargaan terhadap pendapat anak."

Makna mendalam dari prinsip non diskriminasi di atas juga berkaitan dengan kesetaraan dan tidak adanya perbedaan antara fasilitas pendidikan dan akses pengetahuan yang berhak didapat oleh anak-anak NTT dengan daerah-daerah maju di Jakarta dan sekitar pulau jawa. Hak mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi ini harus menjadi tanggung jawab negara.  Bila perlu, Pemda NTT harusnya berfokus untuk meningkatkan mutu dan kualitas universitas-universitas yang ada di Provinsi NTT agar setara dengan universitas-universitas top di Jakarta dan sekitar pulau Jawa. Sehingga anak-anak NTT tidak perlu jauh-jauh pergi merantau untuk dapat mengenyam fasilitas pendidikan dan akses pengetahuan yang setara dengan universitas-universitas di Jakarta ataupun sekitar pulau Jawa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline