Oleh:
1. Clift Cardley Jacobus Mahulete S.H. (Shipping Practitioner and Maritime Law Enthusiast)
2. Rima Gravianty Baskoro, S.H., ACIArb. (Peradi Licensed Lawyer and Associate of Chartered Institute of Arbitrators)
PENDAHULUAN
Sejak dulu, para ahli hukum sudah berpendapat bahwa pengaturan khusus terkait segala perbuatan hukum yang terjadi di maupun melalui laut penting untuk disusun dan diterapkan, khususnya tentang angkutan laut. Hal ini dikarenakan gelombang air laut yang senantiasa bergerak dan tidak dapat dikendalikan oleh manusia. Perubahan titik batas daratan dengan laut yang berakibat pada hak lintas tiap negara, sapuan ombak, bajak laut, transaksi perdagangan dengan moda transportasi laut, hingga kerusakan barang angkutan akibat air laut menjadi beberapa pertimbangan penyusunan regulasi tentang kemaritiman, salah satunya tentang asuransi angkutan laut.
Di Indonesia, kegiatan pengangkutan barang dengan moda transportasi laut diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, dan Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan. Pasal 468 KUHD pada intinya mengatur bahwa pengangkut atau pemilik kapal angkut bertanggungjawab dan berusaha sebaik-baiknya agar barang-barang yang diangkutnya tetap utuh mulai sejak ia menerima barang itu dari si pengirim hingga sampai saat ia menyerahkan barang tersebut kepada si penerima. Pengangkut juga dibebankan penggantian kerugian atas kerusakan barang yang diangkut kecuali dapat dibuktikan bahwa hal tersebut dikarenakan:
- Suatu peristiwa yang tidak dapat dihindari;
- Barang sudah rusak;
- Kesalahan si pengirim.
Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, S.H., dalam bukunya berjudul "Hukum Laut Bagi Indonesia" menyampaikan bahwa terdapat dua pertanggungjawaban dari pengangkut atau pemilik kapal, yaitu
- Terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pekerjanya di kapal;
- Kerugiian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para pekerjanya dalam lingkungna pekerjaannya.
Melihat pada resiko yang harus ditanggung oleh pengusaha dan/atau pemilik angkutan laut, maka sistem asuransi muncul sebagai bentuk pengalihan beban dan pertanggungjawaban agar dapat meringankan pemilik kapal.
ASURANSI ANGKUTAN LAUT DI INDONESIA
Regulasi tentang asuransi secara umum di Indonesia diatur di Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan definisinya terdapat di Pasal 246. KUHD pada intinya mengatur bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara penanggung dengan tertanggung, dimana penanggung mendapatkan premi dari tertanggung dan tertanggung berhak untuk menerima ganti rugi atau pengalihan resiko dari penanggung. Ganti rugi ini disebabkan oleh kondisi-kondisi akibat kehilangan, kerusakan atau tidak mendapatkan keuntungan sesuai yang diharapkan oleh tertanggung akibat sesuatu yang tidak pasti atau tidak bisa diduga.
Secara khusus, asuransi angkutan laut berarti pertanggungan tertanggung yang dibebankan kepada penanggung untuk hal yang terdapat pada angkutan laut tersebut, antara lain:
- Angkutan laut itu sendiri (kosong atau bermuatan, dipersenjatai atau tidak, berlayar sendirian atau bersama-sama dengan kapal lain);
- Alat-alat perlengkapan angkutan laut;
- Alat-alat perlengkapan perang dalam angkutan laut;
- Bahan makanan, dan pada umumnya semua biaya yang telah dikeluarkan perusahaan angkutan laut;
- Barang-barang muatan dalam angkutan laut;
- Keuntungan yang diharapkan dari pelaksanaan pengangkutan laut;
- Biaya angkutan yang akan diperoleh;
- Dan lain-lain.
Keberadaan asuransi menjadi faktor penting bagi pengusaha atau pemilik angkutan laut. Hal ini dikarenakan asuransi angkutan laut pada akhirnya menanggung beban pertanggungjawaban tertanggung (dalam hal ini pengusaha atau pemilik angkutan laut) sesuai besaran kerugian yang dideritanya. Hal in isesuai dengan asas perjanjian asuransi sebagai berikut:
- Asas idemnitas, yang berarti bahwa pembayaran klaim berupa ganti rugi harus sesuai kerugian yang diderita
- Asas kepentingan, yang berarti harus ada kepentingan antara tertanggung dengan objek asuransi
- Asas itikad baik, yang berarti bahwa para pihak akan menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing sesuai yang disepakati dalam polis asuransi
- Asas subrogasi, yang berarti bahwa ada pengalihan hak untuk menuntut pihak ketiga sebagai penyebab kerugian, dalam hal ini hak menuntut pihak yang rugi menjadi tertuju kepada perusahaan asuransi
- Proxima Causa, yang berarti bahwa asuransi sebagai pihak penanggung hanya menerima pengajuan klaim atau tertanggung (pengusaha dan/atau pemilik angkutan laut) hanya berhak menerima ganti rugi apabila terbukti bahwa kerugiaan tersebut terjadi dari resiko yang dijamin dalam perjanjian asuransi.
Di Indonesia pada umumnya klaim asuransi atas resiko dapat dilakukan oleh tertanggung kepada penanggung jika terjadi kondisi-kondisi sebagai berikut:
- Kebakaran atau ledakan di angkutan laut;
- Angkutan laut terdampar dan/atau mendarat di pelabuhan darurat;
- Tabrakan dengan benda / kapal lain;
- Pembongkaran barang di pelabuhan darurat;
- Pembuangan barang ke laut;
- Sapuan ombak;
- Kerusakan angkutan laut dan/atau muatannya akibat air laut;
- Kerugian yang terjadi sewaktu bongkar muat dari angkutan laut;
- Ada sejumlah biaya yang dikeluarkan tertanggung untuk penyelamatan angkutan laut dan/atau muatannya.
Dalam polis asuransi angkutan laut, pada umumnya penanggung dan tertanggung menyepakati hal-hal sebagai berikut:
- Identitas dan legal standing para pihak
- Masa berlakunya perjanjian
- Definisi (alat angkut, kapal, jettison, abandonmen, dll)
- Resiko yang dijamin (kerugian, kerusakan dan tanggung jawab terhadap barang maupun kepentingan yang ditanggung);
- Pengecualian terhadap resiko-resiko yang ditanggung (karena kapal tidak laik atau tidak sempurna, keadaang perang, kerusuhan, akibat kesalahan pemilik kapal / tertanggung,
- Kerugian umum
- Kewajiban pemilik kapal / pengangkut / tertanggung untuk mngungkap fakta
- Pembayaran premi dan mata uang yang digunakan
- Hak dan Kewajiban para pihak pada masa transit, saat berakhirnya perjanjian pengangkutan maupuan saat terjadi perubahan rute perjalanan
- Klaim asuransi
- Kerugian total
- Pembayaran ganti rugi dan hilangnya hak untuk menuntut ganti rugi
- Pengabaian / abandonmen
- Penyelesaian Perselisihan / Sengketa melalui Arbitrase
Sebagaimana diatur dalam Pasal 255 KUHD, kesepakatan antara penanggung dan tertanggung yang berisi klausul-klausul sebagaimana telah diuraikan di atas harus diperjanjikan dalam bentuk tertulis. Pertanggungan dalam bentuk asuransi tersebut dicatatkan dalam satu dokumen yang disebut dengan polis.