Lihat ke Halaman Asli

rima alfinnur

Mahasiswa

Teori Konflik menurut Ralf Dahrendorf

Diperbarui: 20 Oktober 2022   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam kehidupan sehari-hari, teori konflik milik Ralf Dahrendorf dapat kita lihat pada praktik dunia pasar atau modal. Dalam hal ini seseorang bisa saja memiliki saham pada suatu perusahaan, namun tidak terlibat secara langsung dalam proses produksi barang perusahaan. Hal ini menunjukkan bagaimana keterlibatan seseorang yang memiliki kuasa besar dalam perusahaan tersebut.

Pada saat itu, teman saya bekerja di sebuah PT pembuatan masker. Di dalam pabrik tersebut terdapat manager yang memiliki kekuasaan atau otoritas dalam menentukan segala keputusan terkait dengan pabrik. Manager memiliki otoritas memerintah dan menentukan keputusan, bukan dari pribadi melainkan jabatannya. 

Teman saya yang menjadi pegawai dituntut harus memenuhi target produksi harian yang ditentukan oleh manager. Apabila tidak bisa memenuhi target harian, maka teman saya yang menjadi pegawai diharuskan untuk lembur tanpa dihitung sebagai "lembur", dan tidak mendapatkan gaji tambahan. 

Menurut saya contoh tersebut merupakan contoh teori konflik Ralf Dahrendorf. Di mana pegawai tidak memiliki kewenangan dalam menolak perintah atasan, karena dalam hal ini managerlah yang memiliki otoritas.

Saya mengenal teori konflik Ralf Dahrendorf dari jurnal yang berjudul "Teori Konflik Sosiologi Klasik dan Modern". Jurnal tersebut menjelaskan bahwa Ralf Dahrendorf mula- mula melihat teori konflik sebagai teori parsial. Ralf Dahrendorf menganggap teori tersebut merupakan perspektif yang dapat dipakai untuk menganalisa fenomena sosial. Menurut Ralf Dahrendorf, konflik terjadi karena adanya relasi-relasi sosial dalam sebuah sistem. 

Maka dari itu, konflik tidak mungkin melibatkan individu ataupun kelompok yang tidak terhubung dalam sistem. Dalam teori konfliknya, Dahrendorf berpendapat bahwa masyarakat memiliki dua sisi yang berbeda yaitu konflik dan konsensus. Dahrendorf mengatakan bahwa masyarakat tidak akan ada tanpa adanya konsensus dan konflik yang menjadi persyaratan satu dengan yang lainnya (Ritzer dan Goodman, 2012:154). 

Dalam hal ini teori konflik dapat diposisikan sebagai tataan sosial yang dianggap sebagai manipulasi dan pengendalian atau kontrol dari kelompok dominan yang menganggap bahwa perubahan terjadi dengan sangat cepat (Dahrendorf, 1986:193). 

Sedangkan konsensus adalah hal statis yang dapat menciptakan adanya persamaan nilai moral dan norma-norma dalam masyarakat yang dianggap penting bagi keberlangsungan dan perkembangan masyarakat, sehingga muncullah kerja sama antara anggota masyarakat dan dari situlah terjadi integrasi (Dahrendorf dalam Surbakti, 1992:150).

Dalam teori konflik, kekuasaan dibagi menjadi dua, yaitu orang yang berkuasa dan orang yang dikuasai. Kelompoknya dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok semu, kelompok kepentingan (Manifest), dan kelompok konflik. Kelompok semu adalah kumpulan dari para pemegang kekuasaan (jabatan) dengan kepentingan sama yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. 

Sedangkan kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas. Kelompok kepentinganlah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat. Teori konflik merupakan kritik dari teori fungsional struktural, jika fungsionalis bersifat statis maka teori konflik meyakini bahwa masyarakat mengalami perubahan.

Menurut pemahaman saya, teori konflik Ralf Dahrendorf merupakan teori yang mana di dalamnya terdapat pertentangan antara pemilik kekuasaan (orang yang berkuasa) dan yang dikuasai (orang-orang yang tidak berkuasa). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline