Lihat ke Halaman Asli

KELOMPOK 3

MAHASISWA PENDIDIKAN AKUNTANSI UNIVERSITAS HALU OLEO 2020

Pengembangan Potensi Pertanian Bahari

Diperbarui: 16 Juni 2021   15:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Sebagai satu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, kita sudah sepakat bahwa pembangunan nasional harus mampu memanfaatkan sumber daya yang kita miliki untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut pembangunan harus dapat mewujudkan perekonomian yang terus mengalami pertumbuhan yang tercermin pada peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat. Perekonomian yang berjalan tanpa pertumbuhan, atau dengan pertumbuhan tetapi hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, dapat mengakibatkan memburuknya kesejahteraan masyarakat, yang kemudian dapat memicu terjadinya kekacauan sosial.  Situasi seperti ini telah pernah kita alami pada waktu yang lalu, bahkan akhir-akhir ini.

Pembangunan harus dapat menghasilkan perubahan  struktural yang seimbang.  Perubahan struktural terus terjadi pada perekonomian Indonesia, akan tetapi perubahan yang terjadi menghasilkan adanya ketimpangan antarsektor yang kemudian menumbuhkan struktur ekonomi yang rapuh  struktur ekonomi yang dapat dengan mudah dipengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi di suatu sektor tanpa dapat digantikan oleh sektor lainnya. Sebagai contoh, pembangunan industri yang kurang memperhatikan dan memanfaatkan sumber daya alam dan hasil pertanian yang melimpah yang kita miliki, dengan mudah tergoyang oleh perubahan-perubahan yang terjadi di dunia luar.

Dalam rangka mewujudkan pembangunan seperti itu kita tidak dapat melepaskan diri dari kondisi yang kita miliki saat ini dan perubahan-perubahan yang terjadi di negara-negara lain.  Pada saat ini kita masih pada kondisi perekonomian yang rapuh, memiliki sumber pembiayaan yang terbatas dan diiringi dengan beban hutang dalam dan luar negeri yang sangat besar. Dengan sumber pembiayaan yang terbatas, pertumbuhan antarsektor yang kurang seimbang, kerusakan sumber daya alam yang semakin memburuk, kita semua harus bekerja keras untuk dapat mewujudkan pertumbuhan dan keadaan perekonomian yang kita angankan sebagaimana saya sebutkan di atas.  Dengan kondisi tersebut, kita dihadapkan pada sistem perdagangan yang semakin bebas dan terbuka yang memberikan tingkat persaingan ketat dan keleluasaan untuk melindungi perekonomian domestik yang semakin terbatas.  Pada saat yang bersamaan, kita juga dihadapkan pada tahap awal proses desentralisasi dan otonomi daerah. 

Dengan latar belakang seperti itu, pada masa pemulihan ekonomi yang masih berjalan lamban ini, maka kita sekali lagi harus berpaling kembali kepada sumber daya alam yang masih kita miliki, dan dimana sebagian besar masyarakat  mempunyai keahlian di bidangnya. Atau dengan kata lain, kita harus dapat menyusun konsep pembangunan yang menempatkan pembangunan pertanian dan pemanfaatan sumber daya alam sebagai mesin penggerak utama (prime mover) perekonomian nasional.

Menurut Soeriyadi (2001), potensi produksi rumput laut di Indonesia sangat besar dibandingkan negara-negara ASEAN yang lain seperti Philipina (pemasok terbesar dunia) dan negara-negara di Afrika seperti Tanzania dan Madagaskar. Jika setengah dari lahan perairan potensial di Indonesia (25.000 hektar) dibudidayakan dengan asumsi per hektar menghasilkan menimal dua ton rumput laut kering, maka dalam waktu 60 hari akan menghasilkan rumput laut kering sebanyak 50.000 ton (300.000 ton pertahun).

Seperti contoh pengembangan potensi pertanian bahari yang ada di Indonesia tepatnya di provinsi Sulawesi tenggara kabupaten Konawe selatan yaitu pengembangan budidaya rumput laut. Rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu komoditas unggulan. Metode budidaya yang digunakan adalah metode apung atau tali panjang (long line). Penelitian dilakukan untuk mengetahui produktivitas rumput laut pada beberapa faktor pengelolaan yang dilakukan dalam budidaya rumput laut. Metode survai digunakan dalam penelitian dengan mengajukan kuisioner kepada responden secara terstruktur. Perubah tidak bebas dalam penelitian ini adalah produksi rumput laut, sedangkan faktor pengelolaan budidaya adalah peubah bebas. Untuk memprediksi produksi rumput laut digunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara berkisar antara 540-2.160 kg/3.000 m2 dengan rata-rata 942 kg kering/3.000 m2.

Upaya peningkatan produktivitas rumput laut dapat dilakukan melalui (1) penambahan jumlah tali ris dengan memperhatikan aspek ketersediaan bibit, arus, kondisi dasar perairan, kedalaman, salinitas, kecerahan, pencemaran, dan tenaga kerja; (2) penggunaan bibit rumput laut yang berkualitas baik dan berumur antara 25-35 hari; (3) penambahan jarak antar rumpun dalam tali ris maksimal 30 cm; dan (4) pengontrolan rumput laut secara rutin agar dapat meminimalkan masalah selama budidaya.

Menurut Setiadi & Budiharjo (2000), pemilihan bibit dalam budidaya rumput laut adalah sebagai berikut: a) Bibit berupa stek dipilih dari tanaman yang segar, dapat diambil dari tanaman yang tumbuh secara alami ataupun dari tanaman bekas budidaya. Selain itu, bibit masih baru dan masih muda. b) Bibit unggul mempunyai ciri bercabang banyak (rimbun), elastis, dan bebas dari penyakit. c) Bibit sebaiknya dikumpulkan dari perairan pantai sekitar lokasi usaha budidaya dalam jumlah yang sesuai dengan luas area budidaya. d) Sewaktu disimpan harus diperhatikan seksama dengan menghindari dari kekeringan.

Produksi rumput laut Kappaphycus alvarezii di Konawe Selatan, berkisar antara 540-2.160 kg/3.000 m2 dengan rata-rata 942 kg kering/3.000 m2 yang dibudidayakan dengan metode tali panjang. Faktor pengelolaan budidaya yang memengaruhi produk- si rumput laut adalah jumlah tali ris, umur bibit rumput laut dipanen, jarak antar rumpun dalam tali ris, dan pengontrolan rumput laut. Untuk meningkatkan produksi rumput laut di perairan Konawe Selatan dapat dilakukan melalui penambahan jumlah tali ris dengan memperhatikan ketersediaan bibit, arus, kondisi dasar perairan, kedalaman, salinitas, kecerahan, pencemaran, dan tenaga kerja. Umur bibit rumput laut yang berkualitas baik harus diperhatikan dengan melakukan panen bibit pada saat umur 25-35 hari, penambahan jarak antar rumpun dalam tali ris maksimal 30 cm dan pengontrolan rumput laut harus rutin dilakukan agar dapat meminimalkan masalah selama budidaya.

KELOMPOK 5

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline