Lihat ke Halaman Asli

Rilo Pambudi

Penggembala Angin

Asa di Pesisir Timur Semenanjung Muria

Diperbarui: 4 April 2023   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepasang mata menghunus membaca arus
Tambang melenggang menantang pasang
Menarik pengharapan langit dari dasar lautan
Jerat terangkat berbuah buih
Kecewa kah mereka?

Rezeki itu ditebar dan ditabur
Seperti bulir garam pada setiap tetes air laut
Tetapi lihatlah, berjuta kubik sepanjang mata memandang nyatanya tak mampu melepas dahaga di kerongkongan
Putus asa kah mereka?

Langit dan laut tak selalu berpihak
Terkadang justru begitu kejam, menghujam, dan menghantam
Tak jarang, hanya terik yang sangat menyengat terasa di ubun-ubun
Sebentar kemudian, uap panas kukusan lautan menjelma menjadi hujan
Disusul topan dan gelombang yang bisa melenyapkan apapun dalam satu kedipan

Setelah dipanggang, tiba-tiba diguyur dingin
Ditikam angin, diombang-ambing, dibuai pening
Lalu dipaksa memuntahkan isi perut
Usus dikuras sampai benar-benar tatas
Hingga yang tersisa hanya lendir hijau kekuningan atau buih kepahitan

Jangan salahkan mereka jika ayat-ayat pengharapan seketika menjadi umpatan, dan sebaliknya, dan seterusnya
Betapa pun demikian, langit dan laut tetap dianggap jauh lebih pemurah daripada orang-orang di daratan.

(Tayu, Oktober 2022)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline