Lihat ke Halaman Asli

Menjadi Pengusaha Tanpa Modal Sepeserpun. Mau !!???

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Apakah anda pernah membaca kata-kata seperti itu sebelumnya? Ya, pergilah ke toko buku dan lihat betapa banyak anda akan menjumpai penggalan kalimat tersebut. Agak mustahil memang namun cukup provokatif, paling tidak untuk menghentikan langkah dan membuat anda membuka-buka sedikit buku tersebut. Tulisan ini dibuat bukan untuk mempromosikan apapun atau menyerang pihak manapun. Hanya sekedar refleksi dan pendapat dari apa yang saya alami dan pikirkan. Mungkin saja ada dari antara pembaca yang mengalami perasaan serupa =)

Siapa yang tidak mau menjadi pengusaha coba? Cita-cita impian hampir sebagian besar anak-anak ketika ditanya oleh guru waktu SD (disamping dokter dan pilot tentunya). Dan kini ketika anak-anak tersebut beranjak dewasa, kuliah, dan mulai memasuki dunia kerja, cita-cita tersebut perlahan muncul lagi dengan format yang baru. Lebih terarah, lebih ideal, dan lebih terukur sesuai latar belakang pendidikan masing-masing.

Konsep dan ide-ide fantastis pun bermunculan, menunggu untuk direalisasikan. Terkadang mereka muncul saat kantuk mulai menyerang, membuat mata menjadi terang membayangkan keuntungan yang akan didapat. Terkadang muncul saat di WC, hingga tak sadar pintu sudah digedor oleh orang rumah. Apalagi setelah keluar dari seminar entrepreneurship yang dipandu oleh motivator ternama, melangkah keluar dari ruangan pun rasanya sangat enteng dan terasa seperti Bill Gates yang akan menghasilkan uang disetiap langkah kakinya. YES, I CAN !!!! mungkin begitu yang ada dibenak saya.

Tetapi ide-ide tersebut seolah runtuh seperti istana pasir yang tertiup angin begitu melihat 1 buku ajaib dalam hidup ini. BUKU TABUNGAN !!! Saldo yang tidak seberapa disertai dengan pengeluaran yang banyak diakhir bulan membuat saya sedikit demi sedikit mulai melupakan ide-ide itu. Kembali ke realitas, bahwa hidup tidak seindah angan-angan dan kata-kata sang motivator. Sang motivator bercerita bahwa uang bukan segalanya, Money isn’t Everything !!! tapi survey membuktikan bahwa Everything needs Money, termasuk dalam menjalankan usaha.

Tak ingin ide-ide dan kegairahan menjadi seorang entrepreneur hilang begitu saja, saya pun mulai mencari sumber-sumber pencerahan lain. Kali ini sasarannya toko buku. Sebagai seorang pembaca ulung, alias hanya baca tidak beli, saya pun membuka-buka banyak buku tentang ide-ide usaha dan motivasi. Anehnya hampir sebagian besar memiliki isi yang serupa, saya pun bertanya-tanya ini sebenarnya ide dari siapa ya? Jangan-jangan hanya copy paste dan saling merujuk satu sama lain. Saya pun semakin bingung dan meletakan buku ide-ide usaha tersebut.

Percobaan untuk brainstorming ide dengan para buku tersebut gagal. Saya pun melangkahkan kaki kearah deretan buku seperti judul tulisan ini. Lagi-lagi dengan layout yang hampir sama, sebagian besar berwarna coklat/hitam dengan sampul luks tebal. Dibagian depan sang penulis yang mengenakan jas tersenyum dengan manis dan optimis, seolah-olah berkata “maukah anda seperti saya?”. Tak lupa juga ada label bertuliskan “Saya telah membuktikan” dan “Internasional Bestseller” membuat saya semakin tertarik membukanya.

Bagian pertama yang biasa saya baca adalah bagian belakang, bagian riwayat hidup sang penulis. Prestasi segudang, harta berlimpah, usia muda, Lengkap sudah. Sambil membayangkan menjadi seperti sang penulis, jemari saya pun langsung membuka bagian daftar isi dan mencari bab tentang “membeli tanpa modal”. Dalam pikiran saya, membeli tanpa modal itu berarti tidak menggunakan uang sepeserpun, baik uang saya atau uang orang lain. Agak mustahil sih, tapi ya mana tau saja bisa demikian. Dari sebuah buku yang saya ingat, dituliskan antara lain membeli tanpa modal dapat dilakukan dengan cara-cara :

1.Meminjam uang dari orang tua, saudara, teman, atau sahabat

2.Mengajukan KPR, KUR, atau pinjaman modal ke bank

3.Mengajukan peminjaman modal ke lembaga finansial, misalnya koperasi, pegadaian, dll

What !!!? Sama saja kalau begitu, ujung-ujungnya butuh modal juga. Bukan uang pribadi saya memang, tapi uang orang lain.

Ingatan saya pun melayang kemasa 2 tahun lalu, di pertengahan tahun 2009. Ketika itu, saya baru lulus S1 dan sedang semangat-semangatnya ingin mulai cari uang. Tawaran pun datang dari teman kampus yang dengar-dengar sih sudah kerja dan mulai “berhasil”. Ternyata dia mengikuti sejenis “MLM” produk healthcare. Singkatnya saya pun tertarik dan ingin bergabung, masalah datang ketika saya harus memberikan joining fee sebesar 5 juta Rupiah. Sebagai anak baru lulus, tentunya dengan tabungan yang masih terbatas. Oleh para leader diberikan solusi untuk meminjam ke orang tua, teman, atau sahabat. Untuk menggugah keberanian saya pun, diceritakan pengalaman-pengalaman member lain dalam pencarian modal ini. Akhirnya saya pun mendapat pinjaman dari orang tua. Saya bersyukur memiliki orang tua yang memiliki usaha sendiri dan keluarga kami berkecukupan, tidak kekurangan dan tidak kelebihan. Orang tua pun cukup selektif dalam memberikan uang ke anaknya. Saya harus menjelaskan panjang lebar tentang keinginan saya tersebut dan menunjukkan tekad yang kuat untuk bekerja dengan giat dan pantang menyerah. Dari pengalaman ini, saya belajar bagaimana meminjam modal dari orang lain itu sangat susah apalagi oleh kami-kami yang baru lulus dan dianggap masih anak kecil. Bagaimana kalau orang tua, keluarga, dan teman-teman saya tidak berkecukupan? Tentunya ini menjadi semakin sulit.

Pengalaman “pencarian modal” lain yang saya alami adalah saat membantu pengajuan kredit modal kerja untuk tambahan modal usaha orang tua di salah satu bank pemerintah, yang terkenal karena jangkauannya di seluruh negeri. Untuk mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) diperlukan jaminan sertifikat tanah/rumah. Saya sempat bertanya kepada sang account officer, KUR itukan program pemerintah, kenapa harus memakai jaminan segala? Jawabannya sangat tidak nyambung: semua kredit di bank ini, harus memiliki jaminan. Titik. Berhubung orangtua saya tidak memiliki sertifikat tanah/rumah, hanya akta jual beli maka hilang sudah harapan untuk memperoleh tambahan modal. Saya pun berpikir, bagaimana dengan masyarakat di desa yang membutuhkan modal, tentunya harus direpoti juga dengan urusan jaminan-jaminan ini. Untuk hidup sehari-hari saja susah, apalagi sampai memiliki jaminan sertifikat tanah.

Saya pun sempat mencoba mencari modal melalui KTA (Kredit Tanpa Agunan). Dulu ada masa dimana marketing KTA ini sangat gencar sekali, dalam sehari bisa puluhan sms yang menawarkan KTA dengan segala kelebihannya. Ada yang teran-terangan mencantumkan nama bank, ada juga yang tidak. Saya berpikir mengajukan KTA ini tidak sulit, semudah mendapatkan sms-sms penawarannya. Bunga yang ditawarkan pun konon bisa dinegosiasikan dan pencairan modal dalam waktu 2-3 hari saja. Untuk memperoleh KTA ini syarat utamanya cuma 1, punya kartu kredit. Kalau tidak punya jangan harap bisa mengajukan KTA. Karena saya dan keluarga tidak punya kartu kredit, maka kami pun ditolak mengajukan KTA. Sebagai mahasiswa, tentunya sangat susah untuk memperoleh kartu kredit dari bank, karena belum memiliki penghasilan tetap, dll. Kartu Kredit ini ibarat pintu gerbang untuk mengakses sarana permodalan dan perkreditan dari bank. Orang-orang yang tinggal di kota saja kesulitan mendapatkan akses modal dari perbankan, apalagi yang di desa?

Dari beberapa pengalaman diatas, ternyata sangat sulit ya untuk mendapatkan modal dalam mengembangkan usaha. Apalagi untuk membuka usaha baru. Menjadi pengusaha tanpa modal sepeserpun? Imposibble. Saya tidak mengesampingkan masalah relasi dan jaringan dalam berwiraswasta ini. Tetapi modal adalah elemen yang penting dan akan semakin baik apabila ditunjang oleh relasi dan jaringan yang baik.

Dan ini yang saya lihat sangat kurang di Indonesia, akses masyarakat terhadap modal. Baik untuk mengembangkan usaha atau memulai usaha. Indonesia saat ini berupaya mendorong tumbuhnya pengusaha-pengusaha muda dan industri-industri kreatif, namun belum dibarengi dengan akses modal yang cukup. Kalau Indonesia bisa memiliki banyak pengusaha muda, mungkin saja Indonesia dapat menjadi negara dengan perekonomian yang disegani di dunia. Semoga saja, pemerintah pusat dapat melihat hal ini dan memberikan kesempatan yang lebih besar agar kami, kaum muda bangsa Indonesia dapat lebih berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline