Lihat ke Halaman Asli

Riky Rinovsky

Cinta Damai

Penambahan 235 Kapal Untuk Industri Hulu Migas

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) menggandeng galangan kapal nasional dan industri pendukungnya untuk ikut menunjang kegiatan hulu migas di Indonesia.

“Peluang bagi galangan kapal nasional sangat besar karena sekitar 70 persen kegiatan industri hulu migas dilaksanakan di offshore (lepas pantai),” kata Deputi Umum, BPMIGAS, A.S. Rizal Asir, saat membuka workshop “Galangan Kapal Nasional dalam Mendukung Kegiatan Hulu Migas” di kantor BPMIGAS, Jakarta, Rabu (11/5).

Dia menjelaskan, ke depan kegiatan di lepas pantai untuk mencari cadangan migas baru akan semakin marak, khususnya di wilayah timur Indonesia seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Hal ini mengingat cekungan-cekungan di daratan sudah memasuki fase penurunan alami karena telah berproduksi sejak sebelum tahun 1970.

Berdasarkan data BPMIGAS, saat ini, terdapat 526 kapal yang dioperasikan secara rutin untuk menunjang kegiatan operasi produksi. Jumlah tersebut masih ditambah dengan kapal pendukung kegiatan eksplorasi yang berjumlah sekitar 100 kapal. “Hingga tahun 2015, setidaknya dibutuhkan 235 kapal lagi untuk menunjang kegiatan hulu migas,” katanya.

Jenis kapal yang beroperasi bervariasi, mulai dari kapal penunjang seperti tug boat, crew boat, dan anchor handling tug & supply (AHTS), kemudian kapal penampung, semisal floating storage and offloading (FPO), floating production, storage,and offloading (FPSO), dan floating LNG, hingga kapal untuk kegiatan proyek migas (kategori C) semisal, pipe lay barge, drilling ship, survey vessel, dan jack up rig.

“Kebutuhan kapal tersebut sebisa mungkin dilakukan di dalam negeri oleh galangan kapal nasional,” katanya.

Rizal mengatakan, kebijakan ini sejalan dengan asas cabotage yang diamanatkan Undang-undang Pelayaran bahwa kapal yang beroperasi di perairan Indonesia harus berbendera Indonesia. “Kami berharap dalam 2-3 tahun ke depan, telah banyak pengusaha dalam negeri yang memiliki kapal kategori C,” kata dia.

Tantangan yang dihadapi tidak mudah. Operasi migas lepas pantai membutuhkan teknologi, modal, dan sumber daya yang melebihi persyaratan kualifikasi lapangan migas di daratan.

Kepala Divisi Pengadaan dan Manajemen Aset, BPMIGAS, Pandji A. Ariaz, menjelaskan, BPMIGAS mencoba menjembatani dan mempertemukan semua pihak terkait untuk menyelesaikan kendala-kendala yang dihadapi.

Kontraktor migas diminta membuka diri mengenai apa saja kapal yang dibutuhkan, sementara galangan kapal dan industri penunjangnya mengungkapkan kemampuan apa yang sudah dimiliki dan seperti apa potensi yang bisa dikembangkan. Pihaknya juga melibatkan perbakan nasional untuk pembiayaannya. “Dari sinergi ini akan diketahui sejauh mana gap antara kemampuan galangan kapal nasional dengan kebutuhan kontraktor migas,” katanya.

Menurutnya, BPMIGAS selalu berusaha memaksimalkan penggunaan produksi dan kompetensi dalam negeri, serta mengusahakan pelaksanaan pekerjaan dilakukan di dalam wilayah RI. “Dukungan diberikan tanpa mengesampingkan alokasi proyek dan target produksi yang telah ditetapkan,” kaya Pandji.

Hadir dalam pertemuan tersebut Direktur Maritim, Kedirgantaraan, dan Alat Pertahanan, Kementerian Perindustrian, Suryono, Kepala Divisi Manajemen Proyek, BPMIGAS, Iwan Ratman, serta lebih dari 50 peserta workshop yang berasal dari perusahaan galangan kapal, pemilik kapal, industri baja, perbankan nasional, dan kontraktor kontrak kerja sama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline