Lihat ke Halaman Asli

Riko Budi Santoso

Lahir di Sumatera, besar di Jawa (Banten)

Sekolah Tatap Muka Diundur, Nestapa bagi Siswa dan Ibu Kantin

Diperbarui: 14 Januari 2021   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto; Kompas/Iwan Setiyawan

Harapan terselenggaranya sekolah tatap muka pada Januari tahun ini kembali belum jelas. Di sejumlah daerah seperti Banten, Jogjakarta, dan Jawa Timur kegiatan belajar mengajar dari ruang kelas masih ditunda. Pelajaran tetap berlangsung secara online atau dalam jaringan (daring).

Meski menurut Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang sekolah tatap muka 2021 diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Dengan catatan mendapat persetujuan dari pihak sekolah dan perwakilan orang tua murid.

Tapi perlu diapresiasi, langkah sekolah tatap muka ditunda juga berkaitan dengan pandemi Covid-19 yang masih belum terentaskan. Sehingga demi kesehatan, protokol kesehatan seperti tidak berkerumun tetap harus berjalan.

Seperti dilansir dari laman Kompas.com, Disdikpora Gunungkidul sudah mengeluarkan Surat Edaran No.421/0101/UM tentang Penyusunan Sistem Kerja Guru dan Tenaga Pendidikan serta Pelaksanaan Pembelajaran untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 di Lingkungan Satuan Pendidikan di Kabupaten Gunungkidul.

Salah satu poin dari edaran ini tetap melaksanakan program belajar di rumah. Hal ini tujuannya mengurangi risiko penularan virus corona di sekolah.

"Belum dilaksanakan karena kita saat ini Pengetatan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PSTM)," kata Eddy saat dihubungi wartawan Rabu (13/1/2021).

Lantas, apa efek dari sekolah online yang kembali berlanjut?

Dampak terhadap siswa;

Tentu pembelajaran tentang bersosialisasi secara offline antar siswa terganggu. Terutama bagi siswa kelas 1 SD, kelas 1 SMP, dan kelas 1 SMA. Bukan tidak mungkin di antara mereka belum saling mengenal.

Kemudian, fokus menyerap ilmu juga tidak maksimal. Sebab tidak semua kalangan keluarga berpendidikan tinggi yang mampu mengajarkan anaknya. Juga tidak semua dari golongan mampu yang bisa mendatangkan guru privat sebagai tambahan belajar di rumah.

Untuk pejuang UMKM;

Di lain hal, perlu juga terpikir nasib keluarga tangguh yang mencari nafkah sebagai pedagang keliling yang biasa mangkal di sekolahan. Pedagang mainan, siomay, bakso, es dawet, dan sebagainya.

Memang mereka masih bisa jualan di tempat lain. Tapi belum tentu itu hasilnya sama. Belum lagi lelahnya. Sudah biasa mangkal kini muter keliling kampung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline