Lihat ke Halaman Asli

Riko Budi Santoso

Lahir di Sumatera, besar di Jawa (Banten)

Jejak Terios, Perjalanan Banten - Sumatra Barat

Diperbarui: 11 Januari 2021   14:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DokPri-Ibu mertua (kiri), Kalandra (tengah) dan Raline (kanan) saat foto di Kantor Bupati Padang Pariaman

Tulisan ini tentang perjalanan saya bersama keluarga dari Kota Cilegon menuju Sumatera Barat menggunakan kendaraan pribadi Daihatsu Terios. Ini kali pertama kami mudik melalui jalur darat. Biasanya lebih memilih pesawat. 

Selasa 21 Juli 2020. Memang perjalanan tahun lalu. Tapi masih jelas terekam dalam ingatan. Mulai dari sibuknya packing barang, hingga keseruan selama dalam perjalanan.

Sebelum tancap gas dari rumah, sekira pukul 23.00 WIB, saya pastikan dulu kondisi kendaraan biar aman. Mulai dari air radiator, kelistrikan, hingga tekanan ban. Bahkan siangnya si Terios telah kami bawa ke bengkel langganan untuk mendapat perawatan. Ganti Oli, cek kaki-kaki, rem, dan tune up.

Diawali Bismillah, kami tiba di Pelabuhan ASDP Merak. Kami yang beranggotakan delapan orang, tiga diantaranya anak kecil (usia 5 bulan - tiga tahunan) masih harus menunggu antrean masuk ke kapal. Di bangku depan diisi saya sebagai sopir, istri (Kamelia Sari) dan anak kedua (Kalandra) berada disamping. Di barisan tengah duduk ibu mertua bersama anak pertama (Raline). Kemudian di baris ketiga ada abang ipar bersama istri dan anak tunggalnya.

Setelah menunggu tidak lama, akhirnya kami naik kapal juga. Bersukur kapalnya lumayan nyaman, bagus. Sehingga saya bisa tidur dilesehannya. Mengumpulkan kekuatan agar diperjalanan tidak mengantuk.

Mendarat di Pelabuhan Bakauheni, Lampung sekira pukul 03.30 WIB. Hujan deras saat itu. Kami memilih lewat Jalan Tol Trans Sumatera. Karena masih gelap dan kondisi hujan, saya tidak terlalu berani untuk ngebut. Kecepatan hanya 80 Km perjam. Namun setelah hujan reda, pedal gas bisa ditekan lebih dari 100 km perjam.

Beberapa kali kami mampir di rest area guna mengisi bahan bakar. Tak mau ambil risiko, tanki bensin selalu diisi penuh. Cemilan untuk anak-anak juga harus tersedia. Agar tidak rewel saat di perjalanan.

Di pandu Google Maps, empat jam lebih kami pun keluar di Tol Kayu Agung. Lalu menelusuri jalan biasa, dan melewati Jalan Prabumulih, Sumatera Selatan. Di situ kami berhenti, untuk makan siang. Dan tak jauh dari rumah makan itu kami berhenti kembali, mampir ke rumah bibi, adiknya ibu saya.

Setelah melewati Prabumulih, perjalanan mulai agak pusing. Ternyata Google Maps tidak bisa diandalkan 100 persen. Kami sempat diarahkan ke jalanan kampung yang sunyi nan mencekam. Setelah merasa tidak beres, saya putuskan balik kanan dan mencari jalan utama. Mulai dari situ, kami lebih memilih melihat petunjuk arah resmi di pinggir jalan atau bertanya langsung ke warga sekitar.

Menurut Google Maps, rute yang seharusnya kami tempuh hanya 1.208 km. Dengan waktu perjalanan satu hari satu jam. Tapi ternyata kami lebih dari itu. Karena terlalu lelah, kami pun memilih bermalam di Jambi. Ada rumah abang ipar, yang bertugas sebagai Basarnas di sana.

Di Jambi, setelah ngobrol sebentar saya langsung memilih tidur. Karena siang esoknya ada rencana jalan ke tempat wisata Athaya Garden. Tidak jauh dari rumah abang ipar.

Sepulang wisata dadakan, selepas magrib kami melanjutkan kembali perjalanan menuju Pariaman, Sumatera Barat. Dari Jambi sudah enak, perjalanan tidak lagi bikin pusing. Hanya lurus, kemudian melewati Lembah Anai, dan akhirnya kami tiba di kampung halaman istri pukul 23.00 WIB.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline