Joko Widodo kembali mendapat amanat memimpin negeri berpenduduk 250 juta lebih ini. Bukan perkara mudah menjadi Presiden di negeri yang berlimpah keragaman. Sejarah mencatat dalam setiap masa kepresidenan kerap berhadapan dengan isu-isu disintegrasi, gerakan intoleransi dan mengarah pada radikalisme.
Sejak Presiden, Ir. Soekarno memimpin beberapa kali Indonesia dihadapkan pada ancaman disintegrasi. Pada era Presiden, Soeharto juga bernasib sama dan berlanjut pada era presiden berikutnya. Semua pernah diuji tantangan disintegrasi bangsa. Termasuk isu-isu intoleransi yang kini berbalut pada isu-isu radikalisme.
Kini kepemimpinan Presiden Joko Widodo juga dihadap isu serupa. Berbagai aksi kelompok intoleran menjamur, aksi radikalisme dan terorisme pun silih berganti. Menjadi penghambat bagi kemajuan Indonesia pada masa-masa mendatang.
Riset lembaga Setara Institute bisa jadi gambaran tentang begitu rapuhnya kehidupan sosial bangsa ini. Dimana dalam 11 tahun terakhir aksi kekerasan atas nama agama terus meningkat. Sedikitnya ada 2.975 tindakan pelanggaran kebebasan beragama dalam 2.240 peristiwa dengan 378 merupakan bentu gangguan terhadap rumah ibadah.
Tidak salah jika Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin menambalkan kabinetnya dengan Kabinet Indonesia Maju. Nama kabinet yang memberi sinyal arah kerja menteri-menterinya untuk upaya meningkatkan kemajuan Indonesia pada segala bidang.
Namun tidak dapat pula dilupakan pada periode sebelumnya, perseteruan pada lingkaran kabinet itu terjadi. Kabinet bernama Indonesia Kerja dalam periode Presiden Joko Widodo -- Jusuf Kalla saat itu kerap terjadi silang pendapat di ruang terbuka. Sebut saja polemik Menko Maritim, Rizal Ramli vs Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait projek listrik 35.000 MW. Silang pendapat dua pejabat negara tentang projek listrik itu menjadi sorotan publik.
Masih ada lagi perang dingin Rizal Ramli dan Rini Soemarno sebagai Menteri Negara BUMN. Perseteruan dua tokoh itu terkait pembelian armada Airbus A350 sebanyak 30 unit bagi penambahan armada Garuda Indonesia. Konflik itu tak kalah membuat public tercengang.
Tidak ketinggalan ketegangan antara Menteri Dalam Negeri, Tjahyo Kumolo dan Menteri Perdesaan dan Daerah Tertinggal, Marwan Jafar terkait proyek Dana Desa Rp. 1 M. Kedua pejabat itu merasa memiliki kewenangan mengelola dana tersebut. Hingga konfliknya pun nyaris membatalkan program Dana Desa Rp. 1 Miliar.
Belum cukup itu terdapat pula konflik Menteri Pertanian Amran Sulaiman versus Menteri Perdagangan Thomas Lembong terkait impor beras dari Thailand dan Vietnam demi menjaga stok beras nasional. Konflik itu bermula dari pernyataan Menteri Perdagangan Thomas Lembong yang menuding data produksi pangan nasional tidak akurat. Pernyataan tersebut membuat telingan Menteri Pertanian Amran Sulaiman memerah dan balik memberikan pernyataan panas.
Rangkaian fakta itu tidak boleh terulang. Kegaduhan pada lingkar kabinet berdampak bagi kegaduhan tingkat masyarakat. Persilangan pendapat adalah hakikat, namun hanya boleh terjadi dalam ruang rapat. Bukanlah pada sembarang tempat.
Kabinet Indonesia Maju harus sungguh-sungguh membuat kemajuan. Kemajuan pada kualitas politik, kemajuan kualitas ekonomi, kemajuan kualitas hukum yang semuanya akan menjadi berkualitas pada kebudayaannya. Tentu dengan satu langkah bersama. Semoga kabinet Indonesia Maju memang bukan kabinet berseteru.