Lihat ke Halaman Asli

Kalau AHY Nyapres Salahnya di Mana?

Diperbarui: 1 Juni 2017   16:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto: ahy.web.id


Belakangan ini spanduk yang menyertakan foto Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) banyak ditemukan diberbagai daerah. Spanduk yang tidak menyertakan satupun lambang partai politik itu berisi tentang buah pemikiran AHY dan ajak-ajakan positif.

Dengan maraknya spanduk AHY tersebut, muncul pertanyaan, prediksi hingga analisa banyak pihak. Mereka memprediksi ini langkah putra sulung SBY untuk persiapan dalam pertarungan Pilpres 2019 mendatang. Siapa yang memasang spanduk tersebut juga belum diketahui, jika itu merupakan relawan AHY maka itu patut jadi catatan penting. Karena ternyata AHY telah punya jaringan relawan hingga keseluruh daerah.

Kembali kepada kemungkinan AHY maju di Pilpres 2019, jika itu terjadi maka akan menarik pertarungan politik pada tahun 2019. Kita tidak lagi disuguhi dengan pertarungan antara Jokowi dan Prabowo saja, tapi ada sosok ketiga yang dinilai memberikan warna baru. Sama seperti Pilkada DKI Jakarta, meski kalah pada putaran pertama, tapi AHY mampu mencuri perhatian. Terbukti dirinya jadi jawara dalam bulan-bulan pertama pada beberapa lembaga survei.

Jika bicara persoalan pengalaman, Jokowi dan Prabowo pada kesempatan pertama maju di Pilpres juga tidak punya pengalaman ditingkat pemerintahan pusat. Jokowi memang Gubernur, tapi kan baru setengah jalan. Prabowo selain menjabat sebagai Danjen Kopassus dan ketum Gerindra juga tidak punya pengalaman lain. Jadi tidak adil juga menyudutkan AHY soal pengalaman, karena secara pengetahuan dia tentu sudah sekian lama bersentuhan dengan pucuk pimpinan Negara ini. Soal ilmu, AHY termasuk anak muda cerdas, jadi tidak sulit untuk belajar cepat dan beradaptasi.

Lalu jika dikaitkan dengan hubungannya sebagai anak SBY dan dituding merupakan dinasti politik. Seharusnya Megawati juga begitu dong, dia anak dari Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Dan Megawati selalu membawa nama Soekarno dalam jualan politiknya. Jika AHY maju dianggap dinasti, maka Megawati harusnya juga disebut begitu.

Lalu salahnya dimana AHY jika maju sebagai Capres. Jika rakyat memberikan amanah dan tuhan berkehendak, tidak ada yang bisa menahannya. Sama seperti Jokowi jadi Presiden 2014, meski telah ada perjanjian antara Megawati dan Prabowo terkait calon presiden dan hutang budi Jokowi kepada Prabowo pada Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2012. Tapi karena rakyat Indonesia ingin Jokowi yang memimpin Negara ini, maka tidak ada yang bisa menahan.

Sebagai seorang warga negara, AHY tentu punya hak untuk memilih dan dipilih sebagaimana yang diatur dalam UU. Kesempatan yang dia punya sama seperti yang dimiliki kandidat lain, kenapa harus meributkan hal tersebut. AHY merupakan potensi yang harus dijaga, sikap kesatrianya menerima kekalahan dalam Pilkada DKI harus jadi contoh bagaimana bersikap dalam dunia politik Indonesia.

Hanya orang-orang yang takut dengan peluang AHY untuk menang dan takut kalah lah yang bakal ribut setengah mati. Tudingan tanpa alasan akan dialamatkan agar nama AHY rusak ditengah masyarakat. Tapi ingatlah, rakyat Indonesia sudah pintar dan tidak bisa ditipu dengan informasi-informasi murahan.

Maju terus anak muda, menang kalah dalam kompetisi hal biasa. #AHYforALL

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline