Lihat ke Halaman Asli

Blue Ambience

Belajar untuk sering menulis

Jangan Rendah Diri, Kita Gak Sendiri

Diperbarui: 20 Februari 2020   23:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi menyelesaikan masalah bersama teman. (Sumber Gambar: Thinkstock/Wavebreakmedia Ltd)

Entah apa yang harus kuutarakan. Banyak hal yang kulewati dan seolah kulupakan begitu saja dan aku selalu memegang kata-kata "hidup untuk hari ini".  

Jika kita peka, bahkan satu detik yang dilewati tak bisa kita undur kebelakang, apalagi sehari, sebulan dan seterusnya. Maka setiap waktu itu berharga, pun dengan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan.

Kita tak bisa mengelak dengan argumen "manusia ialah tempatnya salah dan dosa". Ya, tapi tak bisa kita jadikan alasan pembenaran setiap kali salah lalu menggunakan kalimat itu sebagai manuver pembangkangan atas rasa kebersalahan dan menjadikan kita abai dengan kesalahan kita berikutnya. 

Ya, aku pernah dimomen itu, momen ketika aku menerima diriku yang penuh kegagalan dan kesalahan. Selalu muncul perasaan dalam hati yang bilang "gak apa-apa manusia pernah kok berbuat salah dan gagal, itu wajar. Semua orang pernah mengalaminya". 

Disatu sisi hal itu baik untuk tidak membuat mental breakdown, tapi disisi lain diriku begitu kurang dalam hal ketegasan untuk menuntut diri menjadi lebih baik. 

Ya, aku lamban dalam hal itu.. kurang responsif dan introspeksi diri. Tapi aku selalu peka akan kesalahanku sendiri, namun ya itu.. yang muncul ialah suara tadi.

"Berbagi cerita adalah penyelamat bagi jiwa yang lain agar tidak merasa sendiri dan merasa tertemani secara perasaan."

Dalam hal menilai diri terkadang aku selalu melihat rendah. Aku melihat diriku sendiri rendah, tak pantas dilihat atau didengar omongannya. 

Ilustrasi pribadi.

Sampai aku sadar bahwa semua itu gak benar, sekarang adalah era media sosial lalu, internet dan macam-macam aplikasinya membuat kita dengan mudah bersapa bahkan dengan orang yang tidak dikenal sekalipun. Kupercaya lewatnya, aku bisa berkarya dan berbagi pikiran dengan sesame penguna internet dibelahan bumi lain. 

Karena dalam hal bersosialisasi, aku selalu membuat benteng disekitarku yang membuat orang lain tak akan mudah mendekatiku. Aku selalu memberi jarak agar tak ada dari mereka yang mempengaruhi emosiku seperti harus merasa kehilangan atau dipengaruhi dalam hal yang kurang baik. 

Artinya dalam dunia nyata mungkin tak begitu banyak yang dekat denganku (setidaknya beberapa bulan kebelakang), namun aku tau kalau fase ini bukan aku, bahwa aku sedang kebingungan dan mencari jatidiri dan tersesat sampe hanya mempercayai diriku sendiri baik dalam hal memegang prinsip dan atau menentukan pilihan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline