Lihat ke Halaman Asli

Riki Tsan

Dokter Spesialis Mata

Bagaimana Upaya Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan di Indonesia Pasca UU Kesehatan?

Diperbarui: 15 September 2023   14:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : www.iapb.org

by dr. Riki Tsan,SpMa

(Anggota Tim Task Force RPP Mata Perdami)

Tidak banyak orang yang menyadari, termasuk sebagian kalangan dokter spesialis mata sendiri,  bahwa Badan Kesehatan Dunia ( WHO ) telah mencanangkan World Sight Day atau Hari Penglihatan Sedunia di setiap hari Kamis pada minggu kedua di bulan Oktober. Pada tahun ini, Hari Penglihatan Sedunia jatuh pada tanggal 12 Oktober 2023, dengan mengambil tema Love Your Eyes At Work.

Pencanangan Hari Penglihatan Sedunia ini dimaksudkan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat dunia terhadap berbagai isu global yang berkaitan dengan masalah kebutaan dan gangguan penglihatan yang diderita oleh penduduk bumi.

Menurut laporan WHO tahun 1999 - 2000, sebanyak 285 juta penduduk bumi ini memiliki masalah dalam penglihatan. Hampir 39 juta orang diantaranya menderita kebutaan, sementara 246 juta orang lainnya mengalami gangguan penglihatan. Ironisnya, 90 % dari para penyandang gangguan penglihatan dan kebutaan ini hidup di negara-negara berkembang dengan pendapatan atau upah yang rendah.

Untuk mengatasi masalah ini, WHO bersama dengan International Agency for Prevention of Blindness ( IAPB ) telah menyusun strategi penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan (PGPK) , yang dikenal dengan program Vision 2020: Right to Sight.

Tujuan pokok dari program Vision 2020: Right to Sight ini adalah untuk memenuhi hak setiap warga negara memperoleh penglihatan yang optimal dengan sebuah gerakan inisiatif global yang berupaya untuk mengeliminasi berbagai penyebab penyakit kebutaan dan gangguan penglihatan yang terjadi di masyarakat.

Sejak tahun 2000, IAPB telah menetapkan World Sight Day sebagai kegiatan resmi yang seyogianya wajib dilaksanakan oleh negara negara anggotanya, termasuk Indonesia.

Pemerintah Indonesia memang berkepentingan untuk ikut terlibat aktif dengan komunitas internasional dalam upaya PGPK di masyarakat.

Pasalnya, hasil Survei Nasional pada tahun 1993-1996 oleh Departemen Kesehatan RI memperlihatkan prevalensi ( angka penderita ) kebutaan yang cukup tinggi yakni 1.5 % sehingga menempatkan Indonesia di ranking pertama dengan prevalensi kebutaan tertinggi di kawasan negara negara di Asia Tenggara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline