Lihat ke Halaman Asli

Riki Syaputra_Official

Mahasiswa IPMAFA

Risiko Krisis Perbankan Syariah saat Pandemi Covid-19

Diperbarui: 21 November 2020   19:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gangguan pada ekonomi karena Pandemi COVID-19 bisa mendorong kepanikan publik terhadap sistem perbankan istilahnya bank panic.

Kesulitan nasabah menarik dana di Bank BRI Syariah terjadi kemarin bisa menjadi salah satu pemicu yang membuat industri perbankan semakin terguncang akibat Pandemi Covid-19.

Risiko perbankan ketika Pandemi

Dalam pandemi, pemerintah Indonesia memutuskan untuk memperhatikan tiga sektor, yaitu kesehatan, sektor riil dan perbankan.

Biaya penanganan Covid-19 melalui APBN 2020 sebesar Rp 695,20 triliun. Anggaran itu terbagi atas anggaran kesehatan sebesar Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial Rp 203,90 triliun, insentif usaha Rp 120,61 triliun,bantuan untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Rp 123,46 triliun,dan pembiayaan korporasi Rp 53,57 triliun.

Jika bank panic terjadi maka bank-bank akan kehilangan dana tunai dan mengakibatkan likuiditas bank tidak dapat mencukupi penarikan dana nasabah,sehingga bank akan dikategorikan bank bermasalah. Akhirnya bisa membuat bank-bank menjadi bangkrut, seperti yang terjadi ketika pada krisis moneter 1997-1998.

Oleh karna itu harus terbangun kepekaan dari semua pemangku kepentingan baik dari masyarakat, perbankan, maupun pemerintah akan krisis sehingga lembaga-lembaga keuangan yang berkaitan dengan stabilitas keuangan selayaknya bekerja dengan cepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline