by dr.Riki Tsan,SpM ( mhs STHM MHKes-V)
Tahun 1981 terjadi sebuah peristiwa yang amat menggegerkan dunia kesehatan Indonesia.
Dokter Rusmini Setyaningrum atau biasa dipanggil dr. Setyaningrum yang saat itu bekerja di sebuah puskesmas di Pati , Jawa Tengah, menyuntikkan cairan antibiotik ke tubuh pasiennya untuk membantu mengatasi penyakitnya. Nahas, tanpa diduga pasien mengalami kejang kejang, pertolongan yang diberikan tidak membantu si pasien dan akhirnya ia meninggal dunia.
Dokter Setyaningrum 'diseret' ke meja pengadilan untuk dimintai pertanggungjawabannya.
Di dalam persidangan, hakim memutuskan dr. Setyaningrum telah melakukan kejahatan karena kelalaiannya menyebabkan orang lain meninggal dunia yang didasarkan pada pasal 359 Kitab Undang Undang Hukum Pidana ( KUHP ) dan diberikan sanksi pidana oleh Pengadilan Negeri Pati serta kemudian diperkuat dengan Putusan Pengadilan Tinggi Semarang.
Namun, dia dibebaskan oleh putusan Mahkamah Agung di tingkat kasasi yang menyatakan bahwa dakwaan tersebut tidak terbukti.
Lebih dari 30 tahun kemudian,di sebuah rumah sakit di Manado, dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani ( dr.Ayu ), dr. Hendry Simanjuntak dan dr. Hendy Siagian melakukan operasi Caesar terhadap pasien ibu Siska yang berada dalam keadaan gawat darurat. Bayinya selamat, tetapi si ibu meninggal dunia. Keluarga pasien mengadukan ketiga dokter tersebut kepada aparat penegak hukum. Di Pengadilan Negeri Manado ketiga dokter tersebut dinyatakan tidak terbukti bersalah dan dibebaskan
Namun, di tingkat kasasi, Hakim Mahkamah Agung memutuskan ketiganya bersalah yang didasarkan pada pasal 365 KUHP, karena kelalaian mereka menyebabkan orang lain meninggal dunia. Para hakim menjatuhkan hukuman pidana kepada dr. Ayu dan kedua rekan sejawatnya itu selama 10 bulan penjara.
Berdasarkan putusan tersebut terhadap ketiga dokter tersebut dilakukan penahanan seperti pelaku kejahatan kriminal.
Tim Kejagung menangkap dr.Ayu di tempat praktiknya dengan cara memborgolnya seperti layaknya seorang pembunuh, sedangkan dr. Hendri dan dr.Hendi dijemput paksa dan ditangkap di rumah mereka masing masing
Peristiwa ini menimbulkan keresahan, berbagai protes, demonstrasi dan aksi solidaritas yang intinya menolak kriminalisasi terhadap dr. Ayu dan kawan kawan dari seluruh dokter di Indonesia pada penghujung tahun 2013
Namun pada tanggal 7 Februari 2014, Majelis Peninjauan Kembali membebaskan dr. Ayu dan kawan kawan dengan amar putusan yang membatalkan kasasi yang sebelumnya menghukum mereka selama 10 bulan penjara.