Lihat ke Halaman Asli

Malu Bertanya Sesat Di Jalan, Banyak Bertanya Malah Tersesat

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mudik juga punya cerita yang tidak enak lho, terutama di sepanjang perjalanan.

Saat mudik, saya punya istilah 'perginya putus-putus', maksudnya, perginya naik bis lalu ganti bis atau moda transportasi lain--intinya, cari opsi paling murah meski harus 'makan waktu' di jalan. Pokoknya, hindari naik pesawat terbang karena tiket penerbangan dulu masih relatif mahal.

Eh, itu juga seni lho dalam melakukan perjalanan jauh. Ketika seni itu dipraktekkan, tak jarang kita berpikir serba sistem tapi bertindak serba salah seperti cerita berikut ini:

Sudah Bertanya, Salah Jalan Lagi

Senangnya bisa mudik lagi ke Lampung. Perjalanan dari Pontianak ke Jakarta ditempuh dengan pesawat terbang—ahh, nyamannya. Turun dari pesawat, langsung ambil ancang-ancang pergi ke Pelabuhan Merak. Sst, turun kasta nih ceritanya.

Saya pun pergi ke konter bis Damri di bandara, dan bertanya dengan mbak penjaga yang cantik, "Dimanakah terminal bis terdekat yang ada bis langsung ke Merak?"

Biasanya saya pergi ke Merak lewat terminal Kampung Rambutan, tapi jarak dari Bandara Soekarno Hatta ke Kampung Rambutan seperti dari ujung barat ke ujung timur. Jadi, saya mau coba alternatif lain yang lebih dekat. Terminal Lebak Bulus kayaknya lebih dekat dari Bandara dan Terminal bis di Tanjung Priok tidak masuk dalam opsi saya. Celakanya, si mbak yang cantiklah yang telah meyakinkan saya kalau di Lebak Bulus banyak bis yang langsung ke Merak. Dengan pede-nya, pergilah saya ke sana. Turun di Lebak Bulus dengan gagah berani, saya bertanya pada seorang kernet bis mana bis yang langsung ke Merak. Apa Jawabanya? ”Tidak ada.” Mendengarnya, saya seperti tersambar petir. Kalau sudaha begini, mending yang 'pasti-pasti' saja deh: ke Terminal Kampung Rambutan.

Dia menyuruh saya  naik bis kota 510 jurusan ciputat, bayarnya Rp.2000,- doang. Dengan hati yang hancur lebur, naiklah saya ke bis kota 510 ke ujung timur Jakarta yang bernama Kampung Rambutan itu. Kondisi di dalam bis kota 510 sore itu penuh sesak karena orang-orang pulang kerja. Saya berdiri dekat cewek cantik yang sedang mesra-mesraan sama cowoknya, pakai acara kecup-kecupan di lengan lagi, ihhh, gemas deh lihatnya. Untungnya, saya berdiri di belakang cewek itu, jadi saya bisa ikutan senggol-senggol sedikitlah.. sedap..

Tanya Kenapa?

Saya punya firasat tidak enak tiap kali datang ke terminal bis di Jakarta karena memang terkenal banyak preman dan rawan kejahatan. Jadi, saya menyiapkan strategi khusus untuk mencegah sesuatu yang tidak diinginkan. Begitu turun dari bis untuk ganti bis lainnya, saya pura-pura tanya dimana toilet umum dan pergi kesana, itu lebih aman, daripada bilang mau kemana, pasti langsung ditarik oleh calo-calo bis, disuruh mengisi bis yang masih kosong melompong—menunggu bis penuh itu lama lho. Langkah berikutnya, saya pergi ke warung atau kantin untuk pura-pura membeli sesuatu atau makan, padahal sebenarnya saya sedang mengamati mana bis tujuan saya yang hampir penuh. Begitu ada tanda-tanda mau berangkat, saya langsung tancap gas naik bis tersebut.

Nah, lain kasusnya jika di laut. Kalau mau menyeberang dari Merak – Bakauheni atau sebaliknya dengan naik kapal roro, apalagi pas musim mudik, pilihlah yang berangkatnya malam (soalnya kalau siang panas) dan jangan lupa membeli koran bekas sebanyak-banyaknya. Kenapa? Kalau di kabin penumpang sudah pasti rame banget, pengap, penuh asap rokok, mending di luar saja supaya dapat udara segar meski dengan resikp kena angin malam. Pandai-pandai memilih tempat saja, lalu menggelar koran di geladak, dan tidurlah yang nyenak sambil telentang puas--ahhh nikmatnya, tahu-tahu sudah sampai. Saya pernah begitu soalnya, orang-orang yang lewat saya bergumam iri dengan saya yang bisa tidur nyenak dalam kondisi dek yang basah pasca hujan dan lagi ramai-ramainya karena pas mau lebaran. Ya, itu karena saya sudah sedia koran sebelum tahu bakalan tidak dapat tempat duduk di kabin.

Malu bertanya, makin lama menunggunya.

Mudik paling apes adalah ke Merak naik bis ekonomi, pas mau lebaran, lewat Cilegon Timur, saat itu pintu masuk menuju pelabuhan macetnya bisa berkilo-kilometer. Waktu itu rekor macet yang saya alami adalah 6 jam, mulai dari jam 12 malam hingga 6 pagi. Katanya sih macetnya ‘cuma’ 4 kilometer doang, tapi kok majunya cuma semeter-dua meter ya. Mana dalam bis pengap banget, hanya ada AC—angin cendela. Tiba pagi hari, katanya tinggal 2 kilometer lagi. Di luar bis, rupanya banyak ojek-ojek yang berseliweran menawarkan jasa jalan pintas ke Merak untuk menghindari macet parah ini. Gara-gara saya mau mengirit duit jalan, ya, semalaman juga saya kepanasan dan dilanda bosan menunggu. Dengan semangat memberontak, akhirnya saya memutuskan untuk naik ojek saja melanjutkan perjalanan. Rupanya cuma bayar Rp.10.000,- doang dan ternyata jarak bis dan pintu masuk Pelabuhan Merak tidak sampai 500 meter (versi tukang ojek), dan begitu lewat sebuah jalan fly over, eng ing eng, sampailah saya di depan loket pembelian tiket kapal. Ngomong-ngomong, kenapa tidak dari tadi malamnya???

Tiba di tanah Lampung, lagi-lagi saya terjebak di dalam bis dari pelabuhan Bakauheni menuju terminal Rajabasa. Sejak bis mulai bergerak, saya harus menahan kencing ‘yang amat sangat’ selama kurang lebih 2 jam dalam perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 3 jam itu. Sedikit lagi bis akan sampai ke terminal Rajabasa, saya menyerah, dan turun di sembarang tempat dan cari tempat pipis gratis. Ahh, lega!

Kita sebaiknya memang jangan menunda kencing dalam perjalanan karena sangat beresiko infeksi saluran kemih. Hanya gara-gara menahan kencing kelamaan, kita bisa dioperasi lho dengan biaya yang mahal. Pokoknya selama masih ada kesempatan pergi ke toilet sebelum bis berangkat atau berhenti sebentar, jangan sia-siakan untuk pipis. Dan yang paling penting juga, jangan banyak minum di jalan kecuali benar-benar haus. Kalau nekat, siap-siap 'bocor' di jalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline