Lihat ke Halaman Asli

Rikho Afriyandi

Kaum Rebahan

Sami'na wa Atha'na

Diperbarui: 6 Mei 2020   19:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi orang taat kepada Allah. Sumber: www.123rf.com

Kami dengar (ya Allah), dan kami taati. Inilah makna dari kalimat sami'na wa atha'na. Makna yang harus dipahami oleh kita sebagai seorang hamba. Jangan sampai kita hanya sami'na saja namun tidak atha'na. Apalagi dengan tidak sami'na sama sekali.

Iblis misalnya, ia mendengar (sami'na) ketika Allah perintahkan untuk sujud kepada nabi Adam (Q.S. Al-Baqarah:34), namun, iblis tidak mentaatinya (atha'na). Iblis berdalih bahwa penciptaannya dari api lebih mulia ketimbang Adam yang diciptakan dari tanah (Q.S. Shaad:75-76). Sehingga, karena ketidaktaatannya itu, membuat iblis keluar dari Surga, dan menjadi makhluk yang terkutuk (Q.S. Shaad:77-78).

Cukuplah Iblis yang seperti itu, dan menjadi bahan pembelajaran bagi kita. Kita sebagai seorang muslim, sami'na wa atha'na adalah kewajiban kita yang harus dilaksanakan. Se-tinggi apa pun jabatan, pangkat kita, se-luas, dan se-dalam apa pun ilmu yang kita miliki, ketika kita berhadapan dengan arahan dari Allah (Alquran), maka tugas kita sepatutnya adalah sami'na wa atha'na (kami mendengar ya Allah, dan kami taati).

Terang saja, tugas kita ketika berhadapan dengan apa pun yang ditegaskan Allah melalui Alquran adalah sami'na wa atha'na. Tidak perlu kita menggunakan kekuatan akal kita untuk mempertimbangkannya terlebih dahulu. Apalagi enggan untuk melaksanakannya.

Misalnya, ketika Allah turunkan perintah untuk kita agar berpuasa (Al-Baqarah:183), maka, sekali lagi, tugas kita sami'na wa atha'na. Tidak perlu kita mencari dalil-dalil ilmiah tentang apakah puasa bermanfaat bagi tubuh kita? Apakah puasa akan berdampak kepada ekonomi kita? Atau bagaimana baiknya kesehatan tubuh, antara yang berpuasa dengan yang tidak? Sekali lagi, tidak perlu. Entah puasa itu menurut kajian ilmiah ada manfaat atau tidak, tugas kita sami'na wa atha'na terhadap perintah Allah.

Begitu juga ketika Allah memberikan larangan kepada kita. Misalnya, Allah melarang kita untuk memakan makanan yang haram. Tidak perlu kita mencari penjelasan ilmiah tentang apakah di dalam 'sesuatu' yang Allah haramkan itu ada "makhluk" yang menjijikkan, sehingga ia menjadi haram? Atau, apakah di dalamnya ada 'sesuatu yang mematikan? Dan lain sebagainya. Sekali lagi, gak usah dipikirkan, tugas kita adalah sami'na wa atha'na.

Akhirnya, semua itu sudah dalam "konsep" Allah yang sangat luar biasa, dan tidak bisa diketahui oleh makhluknya secara pasti, kecuali hanya sebatas asumsi saja. Namun, yang jelas semua itu pasti ada maslahat (kebaikannya). Dengan itu semua, Allah menghendaki kita semua untuk mentaati apa yang telah ditentukan-Nya dalam kitab-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline