Lihat ke Halaman Asli

Rikho Afriyandi

Kaum Rebahan

Khazanah Islam, Ketika Al Quran Mengangkat Derajat Perempuan

Diperbarui: 2 Mei 2020   02:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika ada yang menyebutkan bahwa Alquran adalah sebuah kitab yang merendahkan para perempuan, maka itu sangatlah keliru. Justru sebaliknya, Islam (Alquran) sangat memuliakan perempuan.

1.400 tahun silam, ketika Islam belum datang, sebagian masyarakat Arab (yang biasa kita kenal dengan Jahiliyyah) merasa marah juga malu ketika menyadari bahwa ia telah melahirkan seorang anak perempuan. Perempuan merupakan sosok yang rendah juga hina. Ketika itu, mereka hanya memiliki dua pilihan, membesarkannya dengan menanggung kehinaan atau menguburkannya hidup-hidup. Sebagaimana dijelaskan dalam surah At-Takwir ayat 8-9 juga An-Nahl ayat 58-59:

Terjemah: (8) Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, (9) Karena dosa apakah dia dibunuh.

Terjemah: (58) Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. (59) Ia Menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.

Melalui ayat di atas, khususnya pada surah An-Nahl, Allah sudahi kalam-Nya dengan mewartakan bahwa apa yang mereka tetapkan itu, baik membesarkannya dengan menyandang kehinaan maupun menguburkannya secara tragis adalah perbuatan yang buruk. Terang saja, karena pada dasarnya derajat kemuliaan seorang hamba itu dilihat dari ketakwaannya kepada Allah, bukan kepada jenis kelamin, asal-usul penciptaan, apalagi peran sosial. Sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Hujurat ayat 13:

Terjemah: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Penekanan ayat di atas dalam hal ini adalah pada kalimat inna akramakum'inda Allahi atqakum, bahwa ketetapan dalam menilai orang yang paling mulia di sisi-Nya adalah dengan melihat ketaatannya, bukan yang lain.

Selanjutnya, ada kebiasaan dari mereka (Jahiliyyah), yaitu laki-laki yang ingin menikah, mereka keberatan, dan enggan untuk memberikan mahar kepada perempuan. Jika akhirnya mereka mempersembahkan mahar tersebut, mereka akan mengambilnya kembali dengan jalan paksa. Bahkan ada juga bapak (wali) yang menggunakan mahar tersebut tanpa sepengetahuannya (perempuan). Kemudian Allah jelaskan dalam surah An-Nisa ayat 4 mengenai wajibnya mahar, serta larangan untuk mengambil kembali mahar tersebut:

Terjemah: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.

Selain itu, kebiasaan dari mereka ialah tidak memberikan harta waris kepada perempuan, dan laki-laki yang belum dewasa. Kemudian Allah mengangkat derajat wanita khususnya dengan menerangkan dalam surah An-Nisa ayat 7, bahwa keduanya berhak atas waris tersebut:

Terjemah: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline