25 Juli 2019 -- Hawassa Ethiopia.
Pukul 11.00 Waktu Ethiopia.
Perjalanan dari bandara Hawassa menuju Hawassa Industrial Park sungguh membuatku menarik nafas dalam. Aku begitu takjub dengan pandangan mataku. Ethiopia dalam pandangan orang awam negara yang kering. Kini aku menyaksikan sendiri dengan mataku, Hawassa Ethiopia,negeri yang begitu hijaunya.
Aku melihat gunung terhampar di depan kaca mobil. Ladang jagung yang hijau. Petani sawi sedang panen. Kereta yang ditarik keledai. Kuabadikan dengan photo dan video dari kamera Hpku. Danau Hawassa begitu indahnya membentang di sebelah kiri jalan. Mereka mengendarai mobil disebelah kanan. Alunan musik dalam Bahasa Amharic, Bahasa nasional Ethiopia, mengalun lembut di dalam mobil Toyota Hiace penjemputku. Aku menanyakan nama sopir. Namanya Desta, dikemudian hari aku mengetahui arti nama Desta dalam Bahasa Amharic. Artinya "Bahagia". Nama sopir mencerminkan suasana hatiku saat itu. Begitu bahagia menginjakkan kaki di Ethiopia Afrika. Tak pernah aku bermimpi bisa menginjakkan kaki di tanah ini. Namun ini nyata. Bulu kuduk ini terasa merinding. Seluruh panca inderaku menyesapi suasana disekelilingku. Aku berada di Ethiopia Afrika.
Suasana pedesaan terasa kental. Cuaca mendung. Mobil berjalan membelah padang rumput yang luas. Kulihat para penggembala sapi dan kambing berhamburan di padang rumput yang menghijau. Di kejauhan kulihat rumah rumah tradisional berbentuk kubah dengan dinding tanah, beratapkan dedaunan. Tatapan mata tertembus padang rumput, danau Hawassa serta pegunungan di ujung horizon. Aku mengucapkan kalimat Thoyibah .Subhanallah. indah sekali.
Beberapa sepeda melintas. Mobil berjalan pelan. Kami harus hati hati dalam mengendarai mobil karena hewan ternak sapi dan kambing kadang melintas di tengah jalan.
Di dalam mobil aku berpikir,bagaimana mungkin negeri yang begini hijau dan subur, pernah mengalami kekeringan di tahun 1980, seperti lagu "Ethiopia" Iwan Fals. Tiba tiba aku teringat Ida istriku dan Adel putriku. Kami sekarang sudah terpisah jauh. Aku menatap langit mendung. Begitu lama kutatap langit hingga aku lupa anganku melayang, menemui wajah Ida dan Adel. Benakku terus mengajakku berlari terbirit birit menengok rumah Ungaran. Sejenak kemudian aku tersadar dan aku berucap," Aku di sini untukmu"
Mobil memasuki pinggiran kota Hawassa menyalip bus antar kota berwarna hijau merk "Yutong". Dari Namanya Yutong bus ini dari China. Dari belakang kulihat tulisan " Yegna Bus". Beberapa angkutan bajaj berwarna biru melintas. Persis bajaj di Jakarta. Memang itu bajaj buatan India. Aku seperti kembali ke peradaban masa lalu. Mobil kami berhenti karena ada pemeriksaan South Special Police. Saat itu Hawassa masih menjadi ibukota dari regional SNNPRS ( Southern Nations, Nationalities, and Peoples Region). Sopir turun dari mobil.Polisi hanya menengok koper koper kami dan mepersilakan kami berlalu.
Aku layangkan pandangan ke seluruh penjuru pinggiran kota Hawassa. Kota ini akan menjadi tempat bekerja dan tempat tinggalku. Babak baru dalam kehidupanku akan segera dimulai. Perlahan lahan suasana kota ini mampu membuat hatiku berteduh. Tak henti hentinya aku mendengarkan gemuruh sekaligus keheningan di dalam hatiku.