Lihat ke Halaman Asli

Rikho Kusworo

Menulis Memaknai Hari

Bahasa Inggris, Bahasa Asing atau Bahasa “Asing”

Diperbarui: 6 Februari 2016   10:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam sebuah acara televisi,saya terbahak bahak melihat pelawak Tukul Arwana melafalkan kalimat Bahasa Inggris .Saya berpikir bagaimana bisa Bahasa Inggris sangat ampuh menjadi materi lelucon yang laris. Bahkan diri saya sendiri pun ikut menertawakan bahan lawakan Mas Tukul itu.

Kita menganggap Bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Pengertian bahasa asing menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Bahasa adalah bahasa milik bangsa lain yang dikuasai, biasanya melalui pendidikan formal dan yang secara sosiokultural tidak diangggap sebagai bahasa sendiri. Selain itu satu lema arti kata “asing” adalah aneh, tidak biasa.

Suatu hal yang aneh dan tidak biasa bisa jadi menimbulkan kelucuan. Inilah setidaknya jawaban yang sanggup saya cerna mengapa para penonton terhibur dengan mulut Mas Tukul yang sengaja dimonyongkan sambil berbicara Bahasa Inggris.

Alih-alih menganggap istilah Bahasa asing sebagai bahasa milik bangsa lain, kita memotret bahasa asing sebagai bahasa yang aneh. Oleh karena itu dia menjadi tersendiri, terpisah, dan semakin terpencil dalam benak kita.

Bukannya mengakrabi Bahasa Inggris, masyarakat Indonesia justru memaknai keasingan itu sebagai sebuah keganjilan dengan sendirinya layak menjadi bahan tertawaan.

Buru buru saya mengganti saluran televisi karena kebetulan anak saya Adel melihat tayangan itu. Saya teringat seorang penulis India N.R Narayana Murthy dalam bukunya A Better India A Better World menulis sebagai berikut

 “Today’s students are very likely to become leaders in their walk of life tomorrow. Unless they are taught to write well and speak correct English in clear diction and without a pronounced accent, all the good things they learn in the classroom cannot be used by them to influence others. I would institute a compulsory course in English writing starting from the fifth grade”

Mengajarkan Bahasa Inggris sejak dini menjadi sebuah keniscayaan. Tanpa Bahasa Inggris ilmu yang dipelajari dalam proses pembelajaran tak akan mampu menggerakkan orang lain untuk mencapai suatu tujuan.Tentu saja konteks tulisan N.R Narayana Murthy ini terkait dengan fungsi Bahasa Inggris sebagai alat berkomunikasi secara global.

Di kantor tempat saya bekerja, seorang pimpinan yang tidak mampu berbahasa Inggris mengandalkan anak buahnya untuk menjelaskan pesan dari sebuah surat elektronik. Karena ketidakpahamannya, bagi pimpinan ini Bahasa Inggris memang sesuatu yang “asing”

Saat saya menempuh pendidikan SMP, Bahasa Inggris juga menjadi bahasa “asing”. Sampai dengan kelas 2 SMP, saya tidak memahami sama sekali kaidah tatabahasa. Kosakata saya dalam Bahasa Inggris juga sangat terbatas. Ketika naik ke kelas 3 SMP, saya pernah menulis di secarik kertas judul lagu Sweet Child O’ Mine dari grup musik favorit  Guns N’ Roses. Saya sodorkan kertas itu kepada guru Bahasa Inggris Bapak Sunarno. Saya bertanya arti Sweet Child O’ Mine dalam Bahasa Indonesia. Dengan tersenyum bapak guru menjawab artinya “ anakku tersayang”.

Momen tersebut menjadi pintu masuk saya menjadi murid les Bapak Sunarno. Bersama empat teman lainnya, seminggu dua kali kami les Bahasa Inggris. Setahun setelah saya ikut les dengan Bapak Sunarno, wawasan tata bahasa Inggris mulai terbentuk. Menjelang selesai kuliah, pengetahuan Bahasa Inggris ini menjadi lebih baik. Itupun dengan berusaha keras mengikuti program berjenjang di sebuah lembaga kursus selama 27 bulan, Sejak saat itu Bahasa Inggris menjadi lebih akrab dan tidak lagi menjadi “ asing”.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline