Lihat ke Halaman Asli

Rikho Kusworo

Menulis Memaknai Hari

Hikmah Keributan Di Konter Kasir

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1352970468863490400

[caption id="attachment_209429" align="aligncenter" width="500" caption="antrian kasir sumber : sonytrigiantoro.blogspot.com"][/caption] Ketelitian pembeli tetaplah memegang peranan penting dalam transaksi jual beli di pusat perbelanjaan. Scanning terhadap kesalahan kasir bisa segera tertangkap ketika pembeli teliti dalam memeriksa struk belanjaan. Terlebih lagi apabila pembeli sudah melakukan melakukan perencanaan belanja, kasir salah hitung dari puluhan item belanjaan pun dapat terdeteksi dengan cepat.

Minggu 11 November lalu, saya berbelanja bersama anak istri di sebuah peritel besar di kota Semarang. Saya mendorong anak saya yang nangkring di kereta belanja. Sementara itu istri saya seperti biasanya memilih belanjaan dan memasukkan ke kereta belanja.

Seperli layaknya kaum wanita yang mudah tergiur dengan kata diskon, istri saya selalu memilih produk yang mendapat potongan harga. Khususnya untuk produk produk seperti pasta gigi, sabun, deterjen, pelembut atau pewangi cucian, dan tisu.

Untuk produk produk tersebut, alih alih fanatik pada merk tertentu, istri lebih cenderung memilih produk yang memberikan diskon. Jadi kami bisa berganti ganti merk tiap bulannya untuk produk produk tersebut. Selain diskon, keputusan membeli produk produk tersebut juga dipengaruhi oleh keberadaan manfaat tambahan yang didapat. Misalnya istri saya cenderung mengambil produk tisu yang dijual dengan harga sama, namun dengan tambahan hadiah piring makan anak.

Sore itu, pada saat memilih produk belanjaan, ada seorang pramuniaga wanita menawarkan produk pewangi cucian. Menurut keterangan pramuniaga kepada istri, harga asli produk tersebut Rp.8.000 per botol. Namun,apabila produk tersebut dibeli minimal 6 botol, maka per botolnya akan di diskon Rp. 3.000. Ini berarti jika istri membeli 6 botol, maka nantinya hanya akan membayar per botolnya Rp. 5000 x 6 Botol =Total Rp. 30.000, lebih murah dari harga asli Rp 8.000 x 6 botol = Rp.48.000.

Akhirnya istri memasukkan 6 botol produk pewangi tersebut ke kereta belanjaan. lumayan, untung Rp.18.000 (Rp 48.000-Rp.30.000)

Setelah selesai berbelanja tibalah saatnya untuk membayar di kasir. Karena anak saya mulai mengantuk, akhirnya saya menggendong anak dan keluar dari area belanja, menunggu di depan kasir.

Istri saya mendorong kereta belanja dan mengantri di kasir. Antrian di pusat perbelanjaan pada sore hari itu cukup panjang. Di depan istri saya nampak lima orang pengantri, dua diantaranya dengan jumlah belanjaan yang hampir memenuhi kereta belanja. Sementara itu persis di belakang istri saya ada seorang laki laki seumuran saya yang menenteng tas plastik belanjaan.

Sekitar dua puluh lima menit kemudian, tibalah giliran belanjaan istri dihitung kasir. Satu persatu belanjaan istri setinggi sepertiga kereta belanja itu diletakkan di meja kasir. Kasir perempuan berambut sebahu itu pun memunguti belanjaan satu persatu dan mengarahkannya ke alat pemindai. Semuanya nampak normal pada hingga selesai barang belanjaan dihitung.

Setelah istri membayar, kasir pun memberikan struk daftar belanjaan. Istri mengecek struk daftar belanjaan, terutama produk pewangi cucian yang tadi dijanjikan mendapat potongan harga.

“ Maaf mbak, untuk pewangi cucian ini, kan dari harga asli Rp 8.000 x 6 botol = Rp.48.000, setelah didiskon menjadi Rp. 5.000 x 6 Botol = 30.000. Jadi seharusnya yang tertera di struk ini, saya bayarnya Rp. 30,000, tapi mengapa tertulisnya Rp. 45.000 “ tanya istri setelah kasir memberikan uang kembalian.

“ Maaf ibu, produk pewangi ini diskonnya hanya Rp.3.000 untuk total pembelian 6 botol” jawab kasir sambil meneruskan pekerjaan memunguti barang belanjaan laki laki yang mengantri di belakang istri.

Sementara itu antrian panjang dibelakang istri pun nampak mengular sekitar tujuh orang. Istri saya pun tidak puas dengan penjelasan kasir sehingga sambil sedikit mendorong kereta belanjaan ke depan, istri saya tetap mencecar kasir.

“ Lho mbak, bukankan potongan hanganya itu Rp. 3.000 per botol, asal kita belinya minimal 6 botol. Jadi bukan seperti tertulis di struk ini, dari harga aslinilai total pembelian 6 botol , kemudian hanya dipotong Rp.3.000. Bisa minta tolong dicek dengan pramuniaga yang di dalam ? “ pinta istri kepada kasir masih dengan tersenyum. Istri saya nampaknya memahami kasir yang under pressure di tengah pengantri yan berjubel.

Sementara laki laki yang mengantri dibelakang istri saya nampak kesal. Karena kasir berlalu ke dalam, meninggalkan barang belanjaan laki laki yang rencananya akan dihitung,

Suwe men tho kuwi, ngurusi duit telungewu ( lama sekali sih, ngurusin uang tiga ribu) “ sergah laki laki itu nyelethuk.

Mendengar suara itu istri saya menimpali dengan ketus dan melihat ke arah laki laki itu,” Mas, mas ada masalah apa, yang saya urus ini hak saya, uang saya sendiri, silakan sabar mengantri”

Sementara itu dari jarak sekitar empat meter, saya lihat laki laki itu pun cemberut, tanpa menanggapi kekesalan istri. Sementara itu saya pun sedikit was-was, takut kalau istri saya salah menangkap informasi yang disampaikan pramuniaga di dalam konter belanja.

Sejenak kemudian kasir pun kembali ke tempatnya, setelah disuruh istri saya mengecek ke pramuniaga di dalam konter.

“ Saya sudah cek dengan SPG di dalam bu, diskonnya bukan per botol, jadi struk yang tertulis di sini sudah benar, potongannya hanya Rp. 3.000 dari nilai total pembelian harga asli 6 botol” tegas kasir kepada istri saya.

Wajah istri saya berubah dan nampak kecewa,” Lha kalau begitu SPG yang ada di dalam tadi membohongi saya. Saya akan cek ke dalam dengan SPG tadi mbak”.

Sementara para pengantri pun nampak tegang menyaksikan keributan di konter kasir itu. Sambil menyodorkan kereta belanja ke arah saya, karena merasa benar, istri saya masuk lagi ke area konter belanja. Istri saya berjalan melawan arus,sambil mengatakan permisi, istri menyibak para pengantri untuk memberikan jalan. Sementara kasir pun melanjutkan pekerjaan menghitung belanjaan para pengantri.

Pada titik ini, tingkat was was saya meroket. Waduh nampaknya istri saya yang salah paham dalam menerima informasi, pikir saya. Kalau memang kasir yang benar, maka kami akan malu. Keributan di konter kasir itu dilihat banyak orang. Wajah saya mulai cemberut.

Di kejauhan dari dalam konter belanjaan, saya lihat istri saya berjalan beriringan dengan dua orang pramuniaga. Dua pramuniaga ini lagi lagi menyibak antrian yang akhirnya menghentikan aktifitas kasir yang tadi dicecar istri saya.

Kemudian istri saya berkata dua pramuniaga tadi,” Tolong dijelaskan kepada kasir ini mbak, kalau struk ini salah, seharusnya diskonnya per botol “.

Dua pramuniaga itu menjelaskan pada kasir dengan bukti data, bahwa apa yang dikeluhkan istri saya memang benar. Potongan harganya memang seharusnya per botol Rp. 3.000. Sementara itu wajah wajah pengantri yang ingin segera cepat selesai membayar nampak menggelayut meyaksikan keributan itu.

Kasir pun kembali berhenti bekerja, setelah itu kasir berlalu meninggalkan mejanya. Nampaknya kasir memanggil supervisor-nya. Kemudian di meja kasir pun terjadi rekonsiliasi antar satu pramuniaga, satu supervisor pramuniaga, kasir, supervisor kasir.

Hasilnya sama, sesuai yang keukeh diargumentasikan istri saya kepada kasir. Potongan harga memang seharusnya per botol Rp. 3.000, bukan seperti tertera di struk (nilai total pembelian minus Rp.3000).

Kasir pun meminta maaf, dan uang istri saya dikembalikan. Saya pun lega.

Dari kejadian itu saya teringat cerita teman saya Trevor yang nyaris malu karena mengalami kejadian yang serupa di sebuah peritel di Yogya. Ceritanya, istri Trevor ini setelah menerima struk belanjaan, mendebat kasir. Istri Trevor menyatakan kepada kasir bahwa jumlah total pembayaran seharusnya tidak sebesar yang tertulis di struk. Istri Trevor mendebat kasir sebelum melakukan pembayaran dan tanpa mengecek satu persatu struk belanja yang panjang.

Di tengah antrian yang mengular, istri Trevor meminta dengan tegas agar kasir mengecek kembali puluhan item item yang tertulis di struk panjang yang tercetak. Hasilnya, kasir memang salah memasukkan data. Ada dua atau tiga item yang di-input dua kali.

Struk yang tercantum, setelah dicek satu persatu,ada selisih kelebihan sekitar dua ratus ribu dari yang seharusnya dibayar . Nampaknya istri trevor sudah membuat daftar belanjaan dan memperhitungkan jumlah pembayaran belanjaan yang akan dikeluarkannya. Sehingga ketika struk belanja menunjukkan nilai belanjaan yang melonjak drastis, istri Trevor segera berteriak,” Tidak mungkin jumlah pembayarannya sebesar ini “

Dari keributan di meja kasir ini saya bisa berbagi beberapa hal yang patut dicermati :

1.Walaupun bekerja dengan mesin hitung dan alat pemindai, kasir juga bisa melakukan kesalahan dalam memasukkan data. Ketelitian pembeli untuk mengecek struk belanjaan tetap memegang peranan penting, agar tidak terjadi kesalahan yang merugikan pembeli.

2.Dari pengalaman istri saya, jelas bahwa terjadi ketidakselarasan antara pramuniaga di konter belanja dengan kasir. Untuk menghindarinya, pada saat dijanjikan diskon di sebuah konter, mintalah semacam bukti tertulis yang berisi jumlah belanjaan, dan perhitungan diskon, serta nama kasir yang menginformasikan tentang diskon tersebut. Sehingga bukti tertulis itu akan mempermudah proses pada saat ada dispute dengan kasir, Selain itu bukti tertulis juga akan meyakinkan kita, bahwa informasi yang diberikan oleh pramuniaga adalah valid. Ini lebih baik daripada hanya sekedar mengandalkan ingatan informasi yang disampaikan secara lisan.

3.Dari pengalaman istri teman saya, nampaknya perencanaan daftar belanja serta perkiraan pengeluaran sangat penting, Sehingga dengan cepat scanning terhadap kesalahan kasir bisa dilakukan secara cepat.

Ditulis Rikho Kusworo Selesai 15 November 2012 jam 15.25




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline