Lihat ke Halaman Asli

Rikho Kusworo

Menulis Memaknai Hari

Berpikir Pragmatis Itu Keren?

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13975849201902315187


Pewawancara : Apa motivasi anda bekerja ?

Pelamar: Mencari makan Pak.

Pewawancara : Sesederhanakah motivasi anda, cuma mencari makan ?

Pelamar : Iya Pak, setelah saya makan, barulah saya dapat berpikir.

Kawan saya yang sebelumnya bekerja di sebuah perkebunan kelapa sawit di Riau menceritakan pengalaman bos-nya ketika melamar pekerjaan. Ketika itu, seperti diceritakan sang bos, banyak pelamar menjawab dengan hal hal muluk muluk. Contohnya bekerja untuk mengaplikasikan ilmu yang dipelajari. Dari sekian puluh pelamar, ternyata jawaban bekerja untuk mencari makan lebih disukai pewancara.

Yang menarik dari cerita ini adalah terkadang berpikir pragmatis itu perlu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, pragmatis artinya bersifat mengutamakan segi kepraktisan dan kegunaan( kemanfaatan).

Tergelitik untuk membahas pragmatisme ini karena saya sendiri kalau belum makan, konsentrasi dalam bekerja juga minim. Terkait dengan kemanfaatannya, secara sederhana tujuan orang bekerja itu pada tingkat yang paling rendah adalah untuk mencari makan dalam arti yang sebenarnya. From hand to mouth. Otak akan jernih berpikir ketika gizi sudah merambah perut alias kenyang. Hubungilah seseorang untuk membicarakan pekerjaan menjelang jam makan siang, seberapa jauh mereka antusian untuk melanjutkan perbincangan.

Terbukti cara berpikir pragmatis itulah yang akhirnya mengantarkan sang pelamar bisa diterima dan bertahan sampai akhirnya meraih posisi sebagai manajer. Suatu skenario dan teori muaranya akan teruji dengan situasi di lapangan. Di sinilah terkadang dibutuhkan sikap berpikir pragmatis. Daya upaya seseorang mengatasi kondisi kenyataan di lapangan itulah yang akhirnya menentukan keberhasilan seseorang dalam mengatasi masalah. Sebuah kata bijak menasihatkan bahwa tidak terlalu penting apa yang kita tahu. Yang lebih penting adalah apa yang kita lakukan dengan apa yang kita tahu. Saya teringat nasihat ayah seorang teman yang pernah mengatakan bahwa sesorang pintar atau tidak, terlihat dari cara bekerja, bukan dari nilai akademis.

Tafsiran lain terhadap pragmatisme “bekerja untuk makan” adalah sebuah bentuk daya juang. Seseorang mau tidak mau harus bekerja, semata mata agar dapur tetap mengepul. You Don’t Work. You Don’t Eat. Dengan daya juang yang kuat niscaya daya fisik, daya pikir, dan daya kalbu menjadi lebih berenergi.

Namun demikian kalau kebetulan sahabat laki laki ditanya calon mertua, saya menyarankan jangan memakai jawaban praktis seperti di atas. Coba kalau sahabat ditanya, “ Apa motivasi anda mau melamar anak saya”. Bila memakai jawaban pragmatis kira kira apa jawaban yang akan terlontar? Pastilah jawaban pragmatis itu akan mengantar sahabat terlempar dari nominasi daftar calon menantu.

Terkadang Berpikir Pragmatis Itu Keren. Tidak selamanya Keren.

Selamat Malam

Ditulis Rikho Kusworo 16 April 2014 jam 00.18.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline