Lihat ke Halaman Asli

Rikho Kusworo

Menulis Memaknai Hari

(Humor) Rujak Setan

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1398208459617534882

[caption id="attachment_304291" align="aligncenter" width="300" caption="www.mycookinghut.com"][/caption]

“ Mas nanti setelah mengambil uang setoran jangan pulang dulu ya. Ada yang ibu mau bicarakan dengan kalian” pinta Bu Peni di tengah keriuhan anak anak pulang sekolah.

“ Baik Bu “ ujar Codot.

Sudah menjadi kegiatan rutin setiap hari Codot dan Celeng mengambil uang hasil penjualan rujak. Codot dan Celeng adalah mahasiswa semerter akhir yang berniat mencari tambahan penghasilan dengan menyuplai rujak ke kantin SMP Kasih Ibu.

“ Kita pasti mau dapat penghargaan nih Codot” kata Celeng sambil menepuk bahu Codot .

“ Penghargaan apa?” Tanya Codot yang sedang duduk di bersama Celeng di Kantin Sekolah menunggu Bu Peni.

“ Bu Peni itu kan kepala sekolah, dia pasti akan memberikan penghargaan kepada kita karena mendukung program sekolah” sahut Celeng.

“ Maksudmu ?” timpal Codot penasaran.

“ Lihatlah tulisan di dinding itu “ kata Celeng sambil menunjuk tulisan yang terpasang di dalam ruang “ English Room”.

Dalam ruang English Room tertulis “One Apple Today Keeps The Doctor Away

“Kamu ini macam macam saja, kita ini di sini cuma menyuplai rujak ke kantin sekolah. Rujak kita berasal dari buah kedondong , mentimun, nanas, bengkoang. Lha hubungannya sama tulisan Apple itu apa?” ujar Codot.

“ Wah kamu tu mbok ya belajar bahasa Inggris. Maksud ungkapan yang tertulis itu sesungguhnya adalah kalau kita sering mengkonsumsi buah (apel), maka kita akan dijauhkan dari sakit (dokter). Orang Amerika mengumpamakan buah dengan Apple, karena di sana tidak ada kedondong. Setidaknya setelah kita suplai sekolah ini dengan rujak, maka anak anak SMP ini menjadi sehat karena mengkonsumsi buah” kata Celeng menjelaskan.

“ Otakmu kok encer banget to Celeng, aku nggak kepikiran sampe ke situ. Yang tak pikirin cuma uang hasil jualan rujak bisa buat makan dan bayar kost” kata Codot.

Pembicaraan berhenti ketika Bu Peni mengajak Codot dan Celeng ke ruang tamu sekolah. Lima orang guru sudah menunggu di satu set kursi tamu yang tersedia di beranda ruangan itu..

Setelah mempersilakan Codot dan Celeng duduk, Bu Peni bertanya,” Kamu tahu kenapa Mas berdua kami panggil kemari?”

Codot dan Celeng mengurungkan niatnya untuk menebar senyum cerah manakala mendapati para guru itu berwajah tegang seperti memendam kegalauan.

“ Tidak tahu Bu Peni” jawab Celeng

“ Lima orang guru yang hadir di sini adalah wali dari kelas yang muridnya mencret gara gara makan rujakmu. Lima hari berturut turut hampir sepertiga murid di lima kelas kami ijin pulang karena sakit mencret” kata Bu Peni.

“ Toilet sekolah juga terjadi kegaduhan karena siswa berebutan masuk ke WC” sahut Bu Sinta Wakil Kepala Sekolah.

Celeng dan Codot lemas mendengar penuturan Bu Peni. Codot yang kuliah di fakultas hukum seperti menggambar monster dalam pikirannya, takut kalau pihak sekolah melaporkannya ke polisi. Mungkin pihak sekolah akan menuntut atas perbuatan yang tidak menyenangkan atau kelalaian yang menyebabkan kerugian, demikian pikir Codot.

Yang terjadi selanjutnya adalah Codot dan Celeng harus mendengarkan ocehan dan ceramah masing masing guru yang mengeluh habis habisan. Codot dan Celeng cuma duduk terdiam tanpa memberikan argumentasi.

“ Kamu pernah nyoba rasa sambal rujakmu Mas Celeng” Tanya Pak Jimo salah seorang wali kelas

“ Belum Pak” jawab Celeng.

“ Kamu mas Codot?” tanya Pak Jimo sambil melempar pandangan ke Codot.

“ Saya juga belum Pak” sahut Codot.

“ Saya yakin otak kalian ini awet dan indah bentuknya. Karena memang otak itu tidak pernah kalian gunakan untuk berpikir. Pada akhirnya kalian berpendapat bahwa rujak dengan sambal sepedas ini layak kalian jual di sekolah” sambung Pak Jimo.

“ Ini rujak setan mas, sambalnya pedas sekali” kata Pak Semprong ikut menyemprot.

“ Lha kalau mahasiswa cara berpikir dan bertindaknya seperti ini, mau jadi apa masa depan bangsa” imbuh Pak Degol.

Codot dan Celeng hanya duduk terdiam tak mau berkata apa apa dan berharap agar mereka bisa keluar “hidup hidup” dari ruangan itu.

Bu Peni akhirnya meredamkan suasana dan berkata,” Mas lain kali hati hati. Kami bisa kena tegur dari pengawas sekolah , kantor kemendiknas atau kantor kemenkes kalau nanti ada inspeksi. Sungguh masih beruntung ini hanya mencret mas. Lha kalau anak anak itu keracunan, bukan tidak mungkin kalian bisa masuk bui”.

Setelah meminta maaf kepada para guru, Codot dan Celeng mohon diri. Sejak itu mereka tidak berani menyuplai makanan ke SMP Kasih Ibu.

Ditulis Rikho Kusworo 23 April 2014 selesai jam 6.15 Pagi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline