Lihat ke Halaman Asli

Politik Identitas dalam Pemilu 2024: Ancaman terhadap Solidaritas Sosial di Indonesia

Diperbarui: 19 Desember 2024   21:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik identitas dalam pemilu adalah fenomena yang semakin marak belakangan ini, termasuk dalam Pemilu 2024 yang semakin mendekat. Fenomena ini merujuk pada penggunaan identitas sosial tertentu, seperti agama, suku, atau kelompok tertentu, sebagai alat untuk memenangkan dukungan politik. Di Indonesia, yang dikenal dengan keberagaman suku, agama, ras, dan golongan (SARA), politik identitas dapat menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia bisa memperkuat rasa kebersamaan dalam kelompok tertentu, namun di sisi lain, politik identitas bisa mengancam solidaritas sosial yang sudah lama terjalin di tengah masyarakat yang majemuk. Melalui tulisan ini, saya ingin mengemukakan opini mengenai dampak politik identitas dalam Pemilu 2024 terhadap solidaritas sosial di Indonesia.

Pemilu 2024 menjadi ajang yang menarik karena berbagai calon yang mencalonkan diri, baik untuk legislatif maupun eksekutif, mulai mengandalkan isu-isu identitas untuk meraih suara. Hal ini bisa dilihat dengan munculnya politik berbasis agama, suku, maupun daerah. Salah satu contoh paling mencolok adalah bagaimana isu agama digunakan dalam kampanye politik. Beberapa calon dan partai politik cenderung memanfaatkan simbol-simbol keagamaan untuk menarik pemilih dari kelompok tertentu. Misalnya, kampanye yang mengedepankan ideologi agama tertentu atau penggunaan simbol-simbol keagamaan dalam pertemuan politik. Ini menunjukkan bahwa politik identitas semakin menjadi strategi yang efektif dalam meraih simpati masyarakat.

Namun, penggunaan politik identitas bukan tanpa konsekuensi. Meskipun mungkin efektif dalam menarik suara dari kelompok tertentu, hal ini juga dapat memperburuk polarisasi sosial. Data dari berbagai survei menunjukkan bahwa Indonesia mengalami peningkatan polarisasi sosial, terutama terkait dengan isu agama dan etnis. Misalnya, survei yang dilakukan oleh LSI Denny JA pada tahun 2019 menunjukkan bahwa polarisasi politik di Indonesia, yang melibatkan perbedaan identitas, semakin meningkat. Pemilu 2024 berisiko melanjutkan tren ini, jika politik identitas terus dimainkan secara berlebihan. Selain itu, polarisasi ini juga dapat memperburuk ketegangan antar kelompok yang memiliki pandangan politik berbeda.

Di tengah keberagaman Indonesia, solidaritas sosial adalah elemen penting dalam menjaga keharmonisan antar kelompok masyarakat. Namun, politik identitas yang semakin menguat dapat merusak solidaritas ini. Identitas yang seharusnya menjadi sumber kekayaan budaya dan keragaman malah menjadi jurang pemisah antar kelompok. Misalnya, ketika politik identitas berbasis agama dikapitalisasi, hal ini bisa memicu ketegangan antar umat beragama. Dalam beberapa kasus, persaingan politik ini bisa memunculkan konflik horizontal yang tidak hanya mengancam keharmonisan sosial, tetapi juga mengganggu stabilitas politik nasional.

Politik identitas juga dapat memperburuk diskriminasi terhadap kelompok minoritas. Kelompok-kelompok tertentu yang merasa tidak terwakili dalam politik identitas bisa merasa terpinggirkan dan tidak dihargai. Ini dapat menciptakan rasa ketidakadilan yang dalam, yang berpotensi menumbuhkan kecurigaan dan kebencian antar kelompok. Sebagai contoh, fenomena "polarisasi etnis" yang berkembang pesat dalam pemilu-pemilu sebelumnya, di mana identitas suku dan daerah dijadikan alat untuk menarik simpati, seringkali menambah ketegangan antar suku yang berbeda. Perbedaan ini seringkali dipelihara dengan sengaja oleh aktor-aktor politik demi meraup keuntungan politik, sehingga memecah belah bangsa yang seharusnya bersatu.

Melihat ancaman yang ada, penting bagi semua pihak, baik pemerintah, partai politik, maupun masyarakat, untuk menjaga solidaritas sosial dalam Pemilu 2024. Salah satu cara untuk mengurangi dampak negatif politik identitas adalah dengan lebih menekankan pada program-program yang bersifat inklusif dan mengedepankan kepentingan umum. Politik harus berfokus pada isu-isu yang menyentuh kebutuhan dasar rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, daripada memperburuk polarisasi sosial dengan mengangkat isu-isu identitas yang membelah masyarakat.

Partai politik dan calon yang akan bertarung dalam Pemilu 2024 juga perlu menanggalkan strategi yang mengandalkan isu identitas sempit. Mereka seharusnya lebih memprioritaskan pesan persatuan dan inklusivitas. Dalam hal ini, calon pemimpin harus mampu menunjukkan bahwa mereka dapat menjadi pemimpin bagi semua golongan, bukan hanya golongan tertentu. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menjaga keberagaman dan menyatukan berbagai perbedaan di masyarakat. Ini adalah langkah yang penting agar Indonesia tetap menjadi negara yang maju dan harmonis, bukan negara yang terpecah-pecah oleh isu identitas.

Sebagai seorang warga negara Indonesia, saya merasa prihatin dengan semakin maraknya politik identitas dalam Pemilu 2024. Saya percaya bahwa keberagaman yang ada di Indonesia adalah kekayaan yang harus dijaga dan dirayakan, bukan dijadikan alat politik untuk meraih kekuasaan. Politik identitas hanya akan mengarah pada perpecahan dan konflik, yang berpotensi merusak kedamaian sosial yang sudah terjalin selama ini. Dalam pengalaman pribadi, saya melihat bahwa persatuan dan rasa saling menghargai adalah nilai yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, dan saya berharap Pemilu 2024 tidak mengorbankan nilai tersebut demi ambisi politik sesaat.

Saya juga berharap bahwa Pemilu 2024 bisa menjadi ajang yang mempererat kebersamaan, bukan malah memperburuk perpecahan. Misalnya, dengan mendorong lebih banyak perdebatan yang berbasis pada visi dan misi konkret untuk kemajuan bangsa, daripada terjebak pada permainan politik identitas yang justru menguntungkan segelintir pihak saja. Jika kita semua berfokus pada kepentingan bersama, maka Indonesia akan mampu melewati tantangan besar yang ada di depan, dan tetap menjadi bangsa yang kuat, bersatu dalam keberagaman.

Sebagai penutup, politik identitas memang bukan hal yang baru dalam pemilu di Indonesia, namun jika tidak dikelola dengan bijak, ia dapat menjadi ancaman besar bagi solidaritas sosial kita. Pemilu 2024 harus menjadi momentum untuk memperkuat persatuan dan kesatuan, bukan untuk memperburuk perpecahan. Oleh karena itu, kita semua, baik sebagai pemilih maupun sebagai bagian dari masyarakat, perlu bijak dalam menyikapi politik identitas dan lebih mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan sesaat yang mengedepankan perbedaan. Hanya dengan cara ini kita dapat menjaga Indonesia tetap menjadi negara yang damai dan sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline