Lihat ke Halaman Asli

SBY Dukung Pilkada Langsung, Mengapa dicaci?

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KATANYA Indonesia dikenal sebagai negara yang masyarakatnya santun, sangat menghormati sesama. KATANYA kita menjunjung budaya timur, saling asah, asih dan asuh. Kita pun bangga dengan apresiasi tersebut. Namun kenyataan itu sirna hanya karena sebagian masyarakat kita terprovokasi permainan politik yang cantik oleh politikus kita.

Kita pun sudah sama-sama menyaksikan dramatisnya sidang paripurna DPR. Dari ketokan palu sang pimpinan sidang yang 'ngawur' sampai tak punya etikanya para anggota dewan dalam menyampaikan pendapat, mereka seolah-olah ingin mempertontonkan bahwa kamilah pembela kepentingan rakyat. Kita sama-sama tahulah partai mana yang punya kepentingan atas RUU Pilkada demi memuluskan langkah pemerintahan yang baru.

Jika mereka merasa pembela kepentingan rakyat dan ingin agar pemerintahan yang baru punya integritas dan bebas dari praktik korupsi, mengapa tidak mendukung opsi partai demokrat dengan sepuluh syarat yang diajukan. Jika mau jujur pada diri sendiri, ke sepuluh syarat yang diajukan demokrat tujuannya mulia. Demokrat ingin melihat proses pilkada langsung dimasa yang akan datang lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.

Misalnya saja opsi uji publik, saya pikir ini penting dimasukkan sebagai poin dalam draft RUU Pilkada. Selama ini kan rakyat hanya memilih secara langsung tanpa tahu bagaimana integritas calon yang diusung. Rakyat tak pernah diajarkan cara memilih yang baik, yang berkembag justru politik uang, semakin banyak uang calon maka integritas tak lagi masalah. Ada uang abang disayang, tak ada uang abang ditendang. Carut marutnya sistem pilkada langsung tanpa dibarengi inisiasi dan semangta untuk menciptakan pilkada langsung yang lebih reformis tentu sama saja Tong Kosong Nyaring Bunyinya.

SBY dan demokrat sedari awal sudah konsisten dan komitmen mendukung sistem pilkada langsung. Dan SBY menginginkan ada perubahan yang significant dari proses pilkada langsung selama ini. Kita kadang hanya bisa menghujat dan mencaci maki karena faktor dislike pada seseorang tanpa pernah mau tahu dan memahami esensi niat baik seseorang. Kita pun sama-sama tahu, mereka yang membuat trending topic di twitter adalah orang-orang dan para pendukung partai tertentu yang berafiliasi dengan pemerintahan yang baru. Mereka buatlah opini-opini bias dan statement yang berisi caci maki dengan gambar-gambar yang tak pantas. Apakah mereka layak disebut santun ?

Sangat disayangkan mereka yang punya pendidikan dan kadar intelektual tinggi kadang tidak berperilaku sepantasnya. Bangsa yang besar ini ternyata sebagian masyarakatnya hanya pintar mencaci maki, ikut ikutan latah hanya karena jagoannya kalah. Padahal jagoannya belum tentu tulus dan ikhlas memperjuangkan apa yang sudah di usulkan SBY dan Partai demokrat. Mengkritik sah-sah di negeri ini, tetapi mencaci-maki dengan sumpah serapah dan kata-kata kotor sepertinya bukan etika kita. Salam

INDONESIA BERSIH DARI KATA KATA KOTOR

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline