[caption id="attachment_361614" align="aligncenter" width="300" caption="Ambon Nederland. Dokumentasi: Republika"][/caption]
Assalamualaikum, wr wb.
Diaspora Indonesia sebenarnya banyak sekali di beberapa wilayah seperti di Arab Saudi dan Malaysia. Namun diaspora Indonesia tersebut terbangun lewat hubungan kerja (TKI) yang sudah sangat lama menetap dan kemudian berdomisili disana, lagipula status mereka tetap berKTP WNI. Berbeda dengan Diaspora Politik, mereka menjadi diaspora karena adanya suatu kebijakan politik, pergolakan politik, pencarian suaka, dan sebagainya. Meskipun berdarah Indonesia, namun kebanyakan mereka bukan Warga Negara Indonesia alias telah menjadi WN di negara mereka tinggal saat ini.
Berawal Dari RMS
Kisah banyaknya orang Maluku di Belanda sebenarnya tak bisa dilepaskan dari kondisi politik Indonesia yang pasca kemerdekaan banyak sekali terjadi pemberontakan dan upaya-upaya Belanda sendiri untuk kembali menjajah negeri ini. Pada 27 Desember 1949 dibentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai konsekuensi peristiwa pengembalian kedaulatan belanda kepada Indonesia. Saat itu Republik Indonesia adalah bagian dari RIS, dan sebenarnya ini adalah salah satu politik pecah belah yang diterapkan Belanda. Salah satu negara bagian dalam RIS adalah Negara Indonesia Timur (NIT) yang terdiri dari Pulau Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Kepulauan Maluku. Pada 24 April 1950 Dr. Chris Soumokil yang merupakan Jaksa Agung NIT memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) yang terdiri atas Pulau Seram, Ambon, dan Buru. Namun RMS ini tak berdiri lama dan perjuangannya mampu dipatahkan oleh TNI. Pada November 1950 Militer Indonesia telah berhasil kembali menguasai Pulau Ambon dari cengkraman RMS. Tetapi beberapa aksi gerilya masih terjadi di bagian lain wilayah yang dulu dikuasai RMS namun dalam skala kecil hingga 1962. Pada 2 Desember 1962 Presiden RMS Dr. Chris Soumokil berhasil ditangkap ABRI dan kemudian melalui proses pengadilan dihukum mati pada 12 April 1966.
Pengasingan
Meskipun perjuangan RMS berhasil dipatahkan oleh Militer Indonesia pada November 1950 dan Presidennya Dr. Chris Soumokil berhasil ditangkap (1954) dan dihukum mati pada 1966. Itu bukan berarti mengenyahkan RMS sampai ke akar-akarnya. Menyusul kekalahan tentara RMS, maka diputuskan untuk mengasingkan pemerintahan mereka ke negeri Belanda karena alasan keamanan dan tekanan dari publik yang tetap pro Republik Indonesia. Tak dapat dipungkiri meskipun Belanda telah mengembalikan kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949, namun mereka juga mendukung dan RMS. Sebanyak 12.500 orang yang terdiri dari tentara RMS bersama keluarganya, pejabat pemerintahan RMS, atau orang-orang yang bersimpati pada perjuangan RMS mengungsi. Pada 21 Maret 1951 rombongan pertama "pelarian politik" ini tiba di Pelabuhan Rotterdam. Segera pemerintahan pengasingan didirikan di Belanda yang sebenarnya hingga saat ini masih ada meskipun seperti lebih seperti sebuah "sandiwara". Dalam situs resminya http://www.republikmalukuselatan.nl/ menyebut pemerintahan RMS di Belanda sebagai Pemerintahan Darurat. Presiden RMS saat ini ialah John Wattilette yang dilantik pada tahun 2010.
Etnis Maluku memiliki kedekatan yang amat sangat erat dengan Belanda pada masa itu. Orang Maluku banyak yang direkrut Belanda dalam dinas ketentaraan Hindia Belanda atau yang lebih sering disebut Koninklijk Nederlandsche Indische Leger (KNIL). Saat RMS diproklamirkan, tentara KNIL di Maluku bertransformasi dalam tentara RMS. Tentara-tentara KNIL - Maluku ini aktif memadamkan yang oleh pihak mereka disebut "pemberontakan" yang terjadi di penjuru Hindia Belanda sebelum 1942 seperti Perang Diponegoro,Penaklukkan Aceh, hingga penumpasan Pemberontakan PKI 1926. Tentara-tentara KNIL dari etnis Maluku ini pun menjadi tentara yang paling loyal pada Pemerintahan Kolonial dibanding tentara KNIL dari etnis lain. Sebagai contoh, meskipun berpangkat sama dan mugkin tugasnya lebih berat. Tentara KNIL dari etnis Maluku menerima gaji yang lebih besar daripada KNIL etnis Jawa. Seringnya etnis Maluku dilibatkan dalam sejumlah palagan meredam pemberontakan terutama di Jawa, sampai-sampai mereka sering disebut Londo Ireng (Belanda Hitam).
Pengharapan Semu?
[caption id="attachment_361616" align="aligncenter" width="300" caption="Anak-anak Maluku di tempat penampungan di Belanda. Dokumentasi: malukueyes.com"]
[/caption]
Entahlah siapa yang mengumbar janji atau penduduk Maluku RMS ini terlalu berharap. Saat meninggalkan Maluku, mereka yakin akan segera dikembalikan ke Indonesia dalam tempo 6 bulan sambil menunggu suasana kondusif disana (Maluku) disamping Belanda yang akan terus mendukung lewat jalur diplomasi bahkan kalau perlu dalam dukungan bentuk militerstik. Namun janji hanyalah janji, sepertinya orang-orang Maluku RMS ini tidak belajar banyak tentang sifat Belanda yang ingkar janji seperti tercontoh pada perjuangan fisik mempertahankan kemerdekaan RI (1946-1949). Sesampai di Belanda mereka ditempatkan di barak-barak atau kamp yang jauh dari kota (pedesaan). Yang lebih parahnya lagi, mantan serdadu RMS yang semula tergabung dalam KNIL itu diberhentikan tanpa mendapatkan gaji atau pesangon sekalipun. Untunglah hingga tahun 1956 mereka mendapatkan jatah logistik dari pemerintah Belanda. Setelah tahun 1956 orang-orang Maluku RMS ini terpaksa harus berjuang lebih, selain memperjuangkan RMS juga berjuang untuk bertahan hidup di negeri Belanda tanpa keahlian dan penguasaan bahasa Belanda yang baik.